Alkisah, ada seorang penulis memrotes petugas kelurahan yang membuatkan KTP mencantumkan
‘swasta’ pada data pekerjaan dia, padahal dia sudah meminta agar dicantumkan
sebagai ‘penulis’. Tapi KTP sudah tercetak dan protesnya dianggap tak penting
oleh petugas kelurahan. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa jenis atau sebutan
pekerjaan yang biasa dicantumkan di KTP seluruh warga negara Indonesia? Mari
berhitung secara garis besar, satu, Pegawai Negeri (Sipil), dua, Pegawai Swasta
yang biasa juga dituliskan Wiraswasta atau cukup Swasta saja, tiga, Tani atau
Dagang untuk klasifikasi petani, petambak, nelayan dan pedagang, penjual di pasar
bahkan untuk pedagang seringkali dituliskan ‘swasta’. Selanjutnya, empat,
Pelajar atau Mahasiswa, dan lima, Ibu Rumah Tangga. Secara sederhana pada
umumnya di Indonesia yang bisa disebutkan sebagai pekerjaan adalah Pegawai
Negeri dan (Pegawai) Swasta serta Tani/Dagang. Hal tersebut tidak
memperhitungkan Ibu Rumah Tangga dan Pelajar/Mahasiswa sebagai pekerjaan yang
benar-benar pekerjaan atau profesi(onal).
Bagaimana
dengan pekerjaan sutradara, editor, wartawan, direktur perusahaan, tukang
becak, fotografer, artis, dramawan apakah tercantum nama pekerjaan yang
spesifik sebagaimana adanya? Lebih sering dicantumkan oleh Petugas Kelurahan
sebagai ‘(Pegawai) Swasta’. Bagaimana dengan seseorang yang baru genap berumur
17 tahun, sudah lulus sekolah, berniat membuat KTP untuk persyaratan melamar
pekerjaan, apa nama pekerjaan yang biasa dan bisa dicantumkan? Bagaimana
cantuman nama pekerjaan bagi penjaga mesjid atau seorang pastur? Bisa jadi
memang ada cantuman nama pekerjaan ‘dokter’ bagi dokter yang berpraktek
sendiri, terlebih dokter dan sedikit beberapa profesi lain sudah dianggap (ada)
tersendiri di masyarakat. Tapi itu pada kenyataannya tak cukup banyak dan malah
hampir bisa dipastikan petugas Kelurahan punya cara pandang tersendiri mengacu
pada pandangan umum yang berkembang di masyarakat bahwa pemisahan jenis dan
nama pekerjaan biasa didokotomikan; Pegawai Negeri dan (Pegawai) Swasta. Tak
adil memang.
Seberapa
penting pencantuman nama pekerjaan di kartu identitas? Penegasan atau
spesifikasi nama pekerjaan perlu dicantumkan agar lebih memberi tempat pada
jenis pekerjaan yang selama ini (mungkin) kurang dianggap, semisal nelayan,
wartawan, penulis, tukang becak, pengusaha kecil dll. Bukankah KTP adalah
dokumen identitas yang menempatkan tiap warga sebagai sebagai warga negara yang
sah. Tak perlu menilik secara serius peraturan perundangan yang menetapkan
pembuatan KTP, kartu identitas adalah data pribadi si pemegang apa adanya bukan
cara pandang umum dan jadi penilaian singkat atas jenis pekerjaan. Toh, jenis
pekerjaan petambak atau nelayan bukan pekerjaan yang aneh untuk dituliskan
karena memang itu benar-benar salah satu jenis pekerjaan dan jadi penghidupan.
Toh, cantuman jenis pekerjaan wartawan perlu ada untuk membedakan wartawan yang
asli dan yang abal-abal. Toh, penulis juga adalah pekerjaan yang profesional
meski ‘hanya’ dilakonkan dengan ujung pena. Toh, pekerjaan sebagai tukang becak
juga halal. Toh, Pegawai Negeri Sipil juga banyak klasifikasi jabatannya;
pelaksana, kepala kantor, direktur, peneliti, guru, dosen dll. Masih banyak
toh-toh lain yang mengherankan dan bisa menjadi pernyataan usil. Kalau
dipikir-pikir lebih jauh, KTP selama ini jadi dokumen diskriminatif dalam
mencantumkan nama pekerjaan. Tak perlu ada pemisahan pekerjaan kerah-putih atau
kerah-biru atau bahkan pekerjaan yang dianggap sebelah mata selama ini.
Mungkin
perlu ada semacam gerakan kesetaraan (identitas) pekerjaan agar tiap warga
sebagai bagian dari masyarakat bisa lebih beraktualisasi dalam mendapatkan
(atau mencipta) pekerjaan, tidak terjebak dalam lapangan pekerjaan pegawai
negeri dan pegawai swasta. Mungkin para kepala daerah mulai bisa melirik pada
hal ‘remeh’ mengenai pencantuman jenis pekerjaan di KTP untuk lebih memberi
'pengakuan’ pekerjaan/profesi bagi warga non-PNS dan tidak memberi
ke-eksklusif-an kepada Pegawai Negeri. Cuma usul-usil saja karena saya selama
ini berada dalam lingkaran dikotomi yang sudah sangat lama terjadi ini. Kalau
sudah menjadi pandangan umum memang sulit dirubah. Ada konsensus begitu saja
yang mengesampingkan makna sebenarnya pekerjaan. Apresiasi pekerjaan atau
profesi sebatas pada penamaan saja, bukan pada seberapa kesungguhan melakonkan
pekerjaan. Sederhananya, bahwa memang ada pekerjaan yang dianggap remeh menilik
dari namanya bukan pelaksanaannya. Entah siapa yang memulai fenomena selama
ini, petugas kelurahan dan bahkan para camat yang jago ilmu pemerintahan tak
bisa menjawab hal ‘remeh’ ini, apalagi saya. Apakah pencantuman spesifik
pekerjaan bukan meniadakan klasifikasi-sempit atau dikotomi justru malah bisa
semakin melebarkan jarak antar masing-masing jenis pekerjaan? Jawabnya YA. Pada
akhirnya jenis pekerjaan sebagai bentuk salah satu aktualisasi manusia terdapat
ruang penilaian, penghargaan bahkan ruang strata yang bisa jadi bias. Berpulang
ke perspektif atau cara pandang masyarakat dengan penghargaan terhadap jenis
pekerjaan (apapun). Penegasan jenis pekerjaan memang bukan ‘jawaban’ atas
pandangan yang terkotak-kotak dan atau perspektif sempit yang selama ini
terjadi, tapi setidaknya, seperti sudah disebutkan di awal, agar ada pengakuan
identitas sesuai fungsi Kartu Identitas.
Solusi
lebih substansial adalah, biarlah para petani bangga jadi petani Indonesia di
tanahgemah ripah loh
jinawi ini dan berKTP
sebagai petani di negeri yang damai ini. Biarlah para nelayan tangguh pede
mengarungi samudera membawa KTP, sehingga kalau mereka dimakan ikan Hiu dapat
ditemukan dalam perut Hiu ada KTP yang mencantumkan jenis pekerjaan nelayan.
Biarlah para pembalap motor punya SIM yang mencantumkan jenis pekerjaan
pembalap, sehingga bisa ngebut secara profesional. Biarlah artis diartikan
sebagai seniman bukan selebritis di cantuman data pekerjaan di KTP. Tak perlu
ada lagi kejadian si Penulis yang diceritakan di awal protes ke Petugas
Kelurahan perihal nama pekerjaan. Tak perlu para guru dicantumkan sebagai
Pegawai Negeri di KTP kalau ingin merubah pandangan bahwa guru adalah profesi
yang profesional dalam bidangnya selaik dokter atau arsitek bukan semata
Pegawai Negeri biasa. Jadi penasaran, apa data pekerjaan yang tercetak di KTP
milik Presiden dan Wakil Presiden? KTP mereka kan yang membuat tetap petugas
kelurahan, selain itu kepanjangan KTP milik Presiden tetaplah Kartu Tanda
Penduduk bukan Kartu Tanda Presiden.
Ngomong-ngomong
fenomena ini bisa diguyonkan dengan bumbu romantis bin gombal ala Sule. Kalau
seorang pria ingin melamar pujaan hati, si pria bisa berkata, “Dek, kamu mau ga
aku kasih pekerjaan baru yang mulia?”. “Pekerjaan apa, Mas?”, tanya si pujaan
hati penasaran. “Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, merawat anak-anakku kelak.”, jawab
si pria. Si pujaan hati cuma terdiam dan kisah asmara mereka pun berlanjut
bahagia dengan cantuman jenis pekerjaan baru pada KTP bagi si pujaan hati.
Jadi,
apa pekerjaan spesifik pembaca budiman?
21
Agustus 2011
Komentar
Posting Komentar