Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena

aLamaKna: Kejutan

Saat menonton film, tak jarang kita dapati ada plot twist (alur berpilin). Alur cerita yang berbelok tajam, menukik dan tidak diduga. Plot twist bikin film seru, bikin kita berseru, "oh, ternyata". Tidak cuma film thriller, suspense, horor atau misteri, film drama juga ada plot twist. Plot twist seperti godam, menghantam kepala. Tapi tergantung ukuran godam dan kekuatan hantam untuk bisa mengesankan penonton. Cerita yang datar tanpa 'belokan tajam' bikin mengantuk. Film yang menjaga rasa penasaran penonton bikin mata nyalang.    Karena happy ending atau sad ending terlalu biasa, surprise ending bikin kaget dan kesan tersendiri. Sepanjang cerita samar-samar, menjelang akhir semua hal baru disingkap jelas. Penyingkapan di akhir atau menjelang akhir menjadikan penonton mesti mengingat kembali alur cerita keseluruhan bahkan menonton kembali film tersebut. Pembuat film senang, penonton senang. Film dengan plot twist megingatkan kita bahwa hidup juga (perlu) ada plot

aLamaKna: Logika

Bisa dibilang ilmu yang paling 'mudah' adalah Matematika atau ilmu eksakta sejenis. Serumit apapun hitungan matematika, hasil dari perhitungannya pasti semua orang sepakat karena sifatnya yang eksak (pasti). Berbeda dengan gugus ilmu sosial atau humaniora, tiap ada kasus hampir bisa dipastikan pembahasannya lebih panjang dan hasilnya tidak semua orang sepakat sepenuhnya. Coba tanyakan pada para mahasiswa di kelas Hukum yang bisa berdebat panjang untuk satu peraturan perundangan. Jangankan satu peraturan, satu pasal pun pembahasannya bisa panjang kali lebar kali tinggi. Intinya, tiap peraturan tidaklah mungkin memuaskan semua pihak.    Pelajaran matematika kita dapat sejak Sekolah Dasar. Orang tua kita mengenalnya sebagai pelajaran Berhitung, meski sebenarnya matematika tak sebatas berhitung. Sesungguhnya belajar matematika lebih ringan, tak ada buku tebal berisi banyak kalimat. Kalaupun (agak) tebal, pastilah lebih banyak soal-soalnya, dengan ruang kosong di sebelah soal

aLamaKna: Kantuk

Begadang jangan begadang, kata Bang Oma. Malam hari begadang, besoknya pastilah mengantuk. Bagi mahasiswa yang kuliah dengan SKS, saat ujian dia pasti mengantuk berat. SKS berarti Sistem Kebut Semalam, belajar diselesaikan satu malam menjelang ujian. Jadinya, mengerjakan soal ujian rasanya antara mengantuk dan berpikir. Seperti mobil yang digeber semalam, diistirahatkan sebentar, besok pagi langsung tancap gas dikendalikan satu tangan. Kopi hitam nasgitel (panas legi kentel) bisa mencegah bahkan bisa menghilangkan kantuk. Tapi mana mungkin mengerjakan soal sembari minum kopi. Selain kopi ada permen, ini lebih pas, lebih pas lagi permen rasa kopi. Atau cukup cuci muka. Cuci muka dengan air kopi panas.    Namun, obat mengantuk cuma ada satu, tak lain dan tak bukan yaitu tidur. Pas kuliah di kelas mengantuk, seorang dosen berkata, "Yang mengantuk lebih baik tidur saja. Karena jika kalian mengantuk tapi tak tidur, maka kalian rugi dua hal, ilmu tak dapat, tidur juga tak dapat&qu

aLamaKna: Ramah

Ramah adalah anagram dari marah. Kebetulan keduanya mirip, tapi tidak sama bahkan bertolak belakang. Orang ramah tidak mungkin dia (sambil) marah. Orang marah tidak bisa dia (disebut) ramah. Marah dan ramah terkait emosi. Bisa pula marah itu sifat dan ramah itu sikap, atau sebaliknya. Andi, seorang politikus yang dikenal pemarah dan punya slogan "senggol dikit bacok", jadi ramah saat menghadapi konstituennya. Sifat pemarahnya mengalah pada sikap ramahnya. Sebaliknya, Dani, seorang karyawan kantor pelayanan yang supel dan ramah dalam keseharian, mendadak marah saat menonton koruptor cengengesan saat disidang. Sikap marahnya muncul di antara sifat ramahnya. Kasihan sastrawan kita, mendiang Marah Rusli, dia selalu dipanggil Pak Marah.   Orang yang pemarah perlu belajar mengontrol amarahnya, ada film yang tekait, judulnya Anger Management. Melukis, menulis, gerak beladiri adalah beberapa contoh latihan mengontrol emosi. Jangan emosian, dong, nasihat bagi mereka yang pemarah