Semakin baru catatan aLamaKna semakin panjang
tertuliskan. Rasanya sudah menyalahi konsep awal kelahiran tulisan ini.
Meminjam istilah salah satu organisasi massa, "menyalahi khittah". Khittah awal memang dimaksudkan singkat, padat
dan berisi. Bisa dituliskan di Ponsel sambil mengantri bensin, saat melamun di
bis atau saat tidur-tiduran di musholla pas jam kerja. Pengertian berisi
setidaknya menurut ukuran penulis sendiri, kalaupun dianggap tak berisi oleh
orang lain, tak apa. Toh, celotehan atau pertanyaan usil bisa dianggap sebagai
isi, subjektif sih. Asalkan bukan gerutuan melulu, keluhan melulu atau umpatan
melulu. Maksudnya, sekali-kali boleh lah. Atau saya bisa berkelit, kosong
adalah isi, isi adalah kosong.
Yang
singkat dan padat sama dengan bernas. Istilah bernas dipinjam oleh para petani.
Para petani sekarang mengharap padi yang ia panen bernas, untuk konteks padat
berisi. Ada padi hibrida bernamakan Padi Bernas Prima, sudah bernas, prima
pula. Konon padi unggulan hasil pengembangan khusus sampai-sampai diadakan
acara panennya oleh Pak Presiden untuk pengenalan ke masyarakat. Kalau sudah
digiling jadilah beras bernas, terdengar melodious (merdu). Yang bernas yang laku
dijual, bukan kopong. Suatu ketika saya menyampaikan kata 'kurang bernas' kepada
teman saat mengomentari berita di televisi yang bertele-tele dan muter-muter,
dia bertanya, "Bahasa mana tuh?" Padahal dulu pernah ada majalah yang
memiliki jargon 'bernas'. Memang majalahnya tipis karena komitmen pada padat
(dan berisi) beritanya. Dan tentu saja berimbang (semoga ditiru media massa
saat ini).
Sebenarnya
yang bertele-tele bukan lah mesti tak baik. Bisa jadi untuk mengumpulkan
bahan-bahan, sebagai perbandingan, pelengkap atau uraian analisis. Cuma jaman
sekarang, yang instan yang dicari, atau lebih tepat yang biasa dikonsumsi.
Mirip kebiasaan saya belajar dari ringkasan catatan kuliah dulu. Buku tebal
akuntansi atau hukum jadi tipis dalam (buku) ringkasan dan dijual cukup murah.
Atau kalau tak bermodal bisa pinjam catatan teman sekelas yang jelas lebih
singkat, praktis dan bernas. Lepas dari itu semua, saya pikir bernas bukan
lawan kata dari bertele-tele. Beda konteks.
Ngomong-ngomong
soal singkat-menyingkat orang Indonesia jagonya. Ambil contoh nama klub
sepakbola seperti Persis, Persip, Persen, sampai Per-Per yang lain. Singkatan
biar melodious biasanya
dijadikan akronim. Hmm, kalau terlalu banyak singkatan yang berawalan sama apa
tidak terkesan monoton? Nama instansi pemerintahan lebih banyak lagi.
Beralasan, lebih baik singkat saja daripada kepanjangan, mudah diucapkan dan
agar kena di lidah. Yang jadi pertanyaan, apa beda Persiba Balikpapan dan
Persiba Bantul? Apa kepanjangan Disnakertranscapil? Jawaban gampang, dari
namanya yang panjang Disnakertranscapil adalah Dinas Pemerintahan yang banyak
kerjaan. Jangan diambil pusing, hanya pertanyaan iseng seperti kebiasaan
aLamaKna.
Dari
singkat, padat, berisi, bernas, singkatan sampai ke akronim, tulisan ini malah
bertele-tele dan melantur. Menyalahi khittah. Kalau saya
beralasan, “Biar tak monoton atau klise, biar ada dinamika”. Atau, biarkan
saja.
Samarinda,
1 Oktober 2011
Komentar
Posting Komentar