Langsung ke konten utama

aLamaKna: Minggu

Saat kejenuhan menumpuk, istirahat jadi solusi. Istirahat fisik maupun pikiran. Hari minggu adalah jeda dari rutinitas, menghentikan aktivitas hari senin sampai jumat/sabtu. Jeda bisa berartikan 'cukup singkat' atau 'sangat singkat' karena kenyataannya minggu tetaplah 1x24 jam dalam hitungan satu pekan 7x24. Hal itu untuk pegawai yang menganut sistem kerja lima atau enam hari kerja. Namun cukup banyak perusahaan (swarta) sekarang punya sistem kerja fleksibel. Hari kerja maupun jam kerja tidak mesti dalam ukuran satu pekan dan tak harus libur untuk hari minggu, bisa digeser dan disesuaikan. Karena yang terpenting adalah produktivitas, bukan waktu kerja. 

Minggu adalah nama hari yang unik. Berbeda dengan nama hari lain yang berasal dari bahasa Arab, dia kata-pinjaman dari bahasa Portugis. Dia berakar kata 'domingo' (berarti hari-Tuhan), pada mulanya diterima sebagai 'dominggu' dalam bahasa Melayu. Dari itulah kita bisa langsung tahu, dengan mengaitkan kegiatan umat Kristiani, bahwa hari minggu adalah waktu untuk kegiatan rohani. Atau titik beratnya minggu merupakan masa diluar rutinitas duniawi yaitu bekerja atau mencari nafkah. 

Sekarang minggu bersaing dengan hari 'ahad' yang juga sering digunakan dalam kalendar, terutama yang mencantumkan penanggalan islam. Sebenarnya tak jadi soal, minggu dan ahad adalah hari yang sama dalam kalender Gregorian atau Hijriah dan tetap berwarna merah. Jadi jangan harap ada hari tambahan bernama 'ahad' yang menjejeri minggu di kalender manapun. 

Para pedagang, petani atau pengusaha tertentu tak mengenal libur secara khusus, atau lebih tepatnya mereka punya waktu kerja cukup bebas. Namun demikian secara umum tetap mengacu pada kondisi libur hari minggu. Anak-anak sekolah kan tetap libur saat minggu dan menikmati liburan dengan jalan-jalan atau kumpul keluarga. Konsep minggu adalah berlibur, kecuali ada beberapa kelompok pekerja/pegawai yang memanfaatkan minggu sebagai berlembur. Berlibur sambil berlembur terdengar merdu berrima (tapi percayalah, itu mengesalkan!). Konsep lain terkait hari minggu adalah malam-minggu. Bagi mereka yang muda tentu menikmati momentum itu (tapi percayalah, itu hanya sesaat, Nak!). 

Rata-rata waktu kerja pegawai atau pekerja di Indonesia dalam semingu adalah 40 jam atau 8 jam per hari. Namun, dengan catatan kita masih perlu lembur dan totalitas (baca: bekerja ekstra) diluar jam kerja ditentukan. Barangkali karena ketidaksesuaian jam karet atau mekanisme modernitas (semu) di Indonesia, semua aktivitas memaksa kita pada rutinitas ekstra. Waktu kerja di Australia benar-benar 8 jam per hari. Ada gerakan 8.8.8 jam (888 hour movement) di sana, 8 jam bekerja, 8 jam rekreasi, 8 jam istirahat. Budaya tepat waktu secara luas ternyata berpengaruh pada aktivitas masyarakat. Ada manajemen waktu di dalam gerakan tersebut. Dan hari minggu benar-benar jadi hari libur. Kalau tak ingin terikat jam kerja rutin ada baiknya jadi pengusaha secara pribadi. 

Entah kenapa hari minggu sering ditandai dengan warna merah. Itu terlihat mencolok dan provokatif. Bagi para pegawai yang sudah jenuh dalam rutinitas lama, senin sampai jumat adalah masa menunggu hari minggu melalui kalender. Kalau sudah demikian produktivitas terganggu. Rutinitas barangkali memang tak sejalan produktivitas. Semakin rutin aktivitas, tidaklah berarti kita semakin jago melakukan. Manusia memang bukan mesin yang (karena diprogram) melakukan hal sama terus-menerus dengan produktivitas konstan. 

Kalau sudah demikian, hal ekstrem yang mungkin terjadi adalah: 

Senin, kau berkata, "I hate monday". 
Selasa, kau bilang, "Santai dulu lah". 
Rabu, kau berujar, "Belum panas, baru aja persiapan kerja". 
Kamis, kau ngomong, "Eh, nanggung, bentar lagi libur". 
Jumat, kau teriak, "Horee, besok libur". 
Sabtu, kau berdoa, "Sabtu sore jangan cepat berlalu". 
Minggu, kau menggerutu, "Yaah, besok kerja lagi" sambil berlibur, eh, berlembur. 

Jadi, yang terpenting adalah menikmati hidup, bukan menikmati libur hari Minggu. 


Samarinda, 29 Juni 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Perjalanan

Kau harus mendapat tempat duduk yang pas untuk bisa nyaman. Di pinggir dekat jendela kau bisa melihat pemandangan indah di luar. Hijau pepohonan, kuning padi, atau deretan bangunan berkilas seperti film terlihat dari jendela kereta atau bis. Awan menggumpal, langit biru atau kerlip lampu saat malam di darat tampak dari jendela pesawat. Laut bergelombang, garis cakrawala, atau ikan lumba-lumba berenang berkejaran ada di pandangan mata dari kapal laut. Tapi tempat duduk yang nyaman bukan sebatas soal posisi. Kata orang bijak kau harus mendapati orang yang tepat untuk perjalananmu.   Saat berpergian jauh sendirian para cowok jomblo berharap yang di sebelah adalah cewek cantik. Perjalanan jauh dan memakan waktu lama bisa tidak terasa jika diisi dengan obrolan. Tonton saja film Before Sunset. Jika tak pernah menonton film tersebut, maka cukup tonton film AADC 2 yang konon terinspirasi (atau mengambil konsep) dari film Before Sunset. Bagi cowok jomblo, mendapat teman perjalanan di...

aLamaKna: Pas

Sebenarnya, hidup yang diharapkan semua orang adalah hidup yang pas-pasan. Saat butuh rumah, ada uang pas untuk membelinya. Ketika perlu mobil, pas rejeki berlebih datang menghampiri. Harapan pas kena dengan keadaan. Keinginan pas menjadi kenyataan. Tapi, bisa juga saat usaha mulai lancar atau dapat gaji tambahan kemudian jatuh sakit. Pas juga. Dari sudut pandang berbeda, "Coba kalau sakitnya pas tidak ada uang?" Dari ranah religi kita ketahui ada takdir, ketetapan Tuhan. Jodoh, rejeki, dan hidup-mati ada di tangan Tuhan. Rejeki yang kita terima sudah ditetapkan. "Rejeki tak pernah tertukar," kata orang bijak. Artinya kadar rejeki seseorang sudah pas ditentukan. Namun, mereka yang fatalis yang sepenuhnya hanya percaya bahwa ketetapan itu tak bersyarat, tidak ingin bersusah payah mendapatinya. Jangan jadi fatalis. Ada penjelasan lebih lanjut mengenai ketetapan Tuhan. Tetap saja rejeki yang ditetapkan tersebut berbanding lurus dengan usaha. Oh iya, rejeki tidak mesti ...