Langsung ke konten utama

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton.

Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Sementara duduk di depan layar televisi, menonton di rumah bareng teman-teman sambil menyeruput kopi atau makan camilan, sensasinya kurang daripada menonton langsung di stadion. Hebohnya pada beberapa memontem saja, terjadi gol atau pluit pelanggaran dan ramainya pada obrolan, silang pendapat atau komentar dengan teman.

Tapi itu semua tetaplah hanya menjelaskan sikap pasif penonton yang hanyut pada jalannya pertandingan. Penonton tak pernah aktif di pertandingan. Bola hanya bergulir di kaki-kaki para pemain, 11 lawan 11 ditengahi wasit. Wasitlah pengadil di lapangan, kecuali di Indonesia pernah ada Polisi sok-sokan menyerobot ke dalam lapangan (berusaha) jadi pengadil. 

Sepakbola adalah organisasi kemampuan memainkan bola dari kaki ke kaki, sesekali kepala menyundul dan tangan yang menampik bagi kiper. Strategi pelatih adalah 1% dalam jalannya pertandingan, 99% ada pada 11 pemain. Namun 1% dari pelatih yg seringkali juga menentukan hasil dan jadi faktor pembeda.

Klub sepakbola adalah organisasi manajerial pemilik klub, pelatih/manajer, pemain, bahkan fans-klub. Kompetisi adalah gelaran pertandingan-pertandingan terrinci dalam jadwal tanding, wasit, hakim garis, stadion, papan skor, top-skor dll.
Organisasi induk memayungi dan mengatur itu semua. Penggemar-bola tahu, permainan sepakbola beda dengan permainan bola voli, bahkan 'permainan' lobi volitik.

Pilihan pada tiap pertandingan sepakbola cuma ada dua, menang atau kalah. Ada hasil seri, tapi itu relatif bukan pilihan utama. Gulir-bola dan kemenangan, itulah seru sepakbola, dimana hasil tiap pertandingan yang tahu cuma Tuhan, semoga bandar judi tak ikut-ikutan tahu. Pilihan penonton atas klub sepakbola juga ada dua, suka atau tidak suka. Jika penggemar-bola atau gila-bola (gibol) ditanya, "Tahu klub sepakbola Nottingham Forrest?", kemungkinan ia akan menjawab, "Gue sukanya MU/Barcelona, cuy.". Padahal yang jadi pertanyaan tahu atau tidak tahu. Kalaupun ia menjawab, "Gak tahu, klub sepakbola mana tuh?", eh ditanya balik tanya. Dan obrolan selanjutnya hampir dipastikan bertema 'suka atau tidak suka', klub mana hebat atau tidak hebat.

Jadi meskipun gaji pemain sepakbola (di luar dan dalam Indonesia) cukup tinggi, masih paling enak jadi penonton. Apalagi organisasi sepakbola di Indonesia masih sibuk main 'tendang-tendangan' dan 'sikut-sikutan' ala politik(us). Penonton bisa mengalihkan gerutuan (bahkan umpatan) ke mereka dan merayakan heboh final Liga Champions (saja) lewat layar kaca televisi.

YNWA



29 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Peran

Karl Heinrich Marx adalah sang sosialis, tepatnya pengkritik kapitalisme. Dari sosialisme berlanjut dengan modifikasinya jadi komunisme, stalinisme, maoisme, dan bahkan marhaenisme. Karl Marx identik sebagai seorang filsuf, penggagas sosialisme. Padahal dia juga ekonom, sejarawan, bahkan jurnalis disamping sosiolog yang punya teori tentang kejahatan/kriminal. Yang menjadikan seseorang sejarawan adalah keahlian atau cukup adanya minat lebih dia terhadap (ilmu) sejarah. Senada dengan definisi sosiolog, sederhananya ganti saja kata sejarah pada pengertian tadi dengan kata sosial. Seiring waktu, kita kini mengenal, atau bisa jadi dikenalkan, secara sederhana Karl Marx sebagai filsuf saja. Hanya jika kita membaca biografinya di wikipedia atau tulisan sejarah, kita akan mendapat info dia lebih dari sekadar filsuf. Hal tersebut seperti kita mengenal Benjamin Franklin sebagai Presiden AS. Padahal Franklin adalah ilmuwan sekaligus penulis juga penemu bahkan negarawan serta diplomat. Kata

aLamaKna: Perjalanan

Kau harus mendapat tempat duduk yang pas untuk bisa nyaman. Di pinggir dekat jendela kau bisa melihat pemandangan indah di luar. Hijau pepohonan, kuning padi, atau deretan bangunan berkilas seperti film terlihat dari jendela kereta atau bis. Awan menggumpal, langit biru atau kerlip lampu saat malam di darat tampak dari jendela pesawat. Laut bergelombang, garis cakrawala, atau ikan lumba-lumba berenang berkejaran ada di pandangan mata dari kapal laut. Tapi tempat duduk yang nyaman bukan sebatas soal posisi. Kata orang bijak kau harus mendapati orang yang tepat untuk perjalananmu.   Saat berpergian jauh sendirian para cowok jomblo berharap yang di sebelah adalah cewek cantik. Perjalanan jauh dan memakan waktu lama bisa tidak terasa jika diisi dengan obrolan. Tonton saja film Before Sunset. Jika tak pernah menonton film tersebut, maka cukup tonton film AADC 2 yang konon terinspirasi (atau mengambil konsep) dari film Before Sunset. Bagi cowok jomblo, mendapat teman perjalanan di seb

aLamaKna: Sepakbola

Yang Spesial, Mourinho, berseteru lagi. Kata 'lagi' cukup menjelaskan bahwa ini bukan yang pertama. Sejak menjejakkan diri di ranah Inggris dengan menangani Chelsea dia sudah menunjukkan kemampuan strategis di dalam dan, tentu saja, di luar lapangan. Kali ini dia mengawali dengan sindiran "badut" melalui media. Itu jelas pancingan, kepada Klopp dan Conte. Bukan Mou kalau tidak cari rusuh dan musuh. Yang merespon cuma dan hanya Conte. Mou, panggilan Mourinho, dikenal pelatih/manajer cum 'psikolog hebat'. Kemampuan perang urat saraf tak diragukan, emosi musuh campur aduk. Taktis dan dinamis bertolak belakang dengan pilihan strategi permainannya. Dia bisa diam cuek lantas tiba-tiba berkomentar tajam, kepada pelatih lawan bahkan ke pemain sendiri. Conte masuk perangkap. Jelas Mou sudah menyiapkan jawaban-jawaban atas (apapun) respon Conte. Dia sudah menghapal skrip yang dia susun. Di akhir-akhir Conte mati kutu, dengan kepala mendidih, cuma bisa bilang "s