Angkot adalah suatu akronim, angkutan kota. Di desa saya ada
Angdes, angkutan desa. Sehubungan saya ada di kota Bandung, lebih baik bahas Angkot. Kata dosen saya, "Seharusnya untuk kota,
moda transportasi yg cocok bukan Angkot, tapi angkutan masal seperti kereta
listrik atau trem". Dia pernah beberapa tahun kuliah di Jepang, melihat
yang ideal.
Dia dosen Ekonomi, sebenarnya saya ingin tahu pendapat dosen Sosiologi. Tapi saya kuliah di kampus kedinasan latar belakang ilmu ekonomi, karena alasan ekonomi. Maka saya penasaran. Meneropong dunia Angkot berarti melihat banyak sopir Angkot, ibu-ibu di pasar pengguna setia Angkot, anak-anak sekolah yang tiap pagi naik Angkot, juragan Angkot, bengkel langganan Angkot, produsen mobil Angkot, dll.
Tanpa pikir panjang hal-hal tersebut, saya naik Angkot di Bandung. Di sebelah kiri, ibu penjaja makanan di pasar. Bersyukur, di sebelah kanan saya cewek cantik ala model, menyusul naik. Sial, sopir Angkot seperti biasa ngebut terabas macet, kejar setoran. Melaju cepat, cepat sampai, cewek cantik turun. Saya kecewa.
Angkot memang kendaraan rakyat. Kita bisa mendapati segala macam wajah, dari yang kumal sampai yang necis, dari yang berseragam sampai yang berkaos oblong. Dan tak lupa termasuk cewek cantik. Tapi saya tidak pernah melihat atau mendengar Presiden naik Angkot. Ah, mungkin saja belum, suatu saat nanti ada Presiden naik angkot.
"Ibarat organisme, kota selalu menyerap energi. Penduduknya seperti hidup dalam labirin yg membentur-benturkan tubuh mereka pada dinding kesibukan, kemacetan, dan akhirnya kelelahan", kalimat pembuka salah satu artikel di Kompas hari ini.
Bukan cuma karena angkot, kan?
24 April 2011
Dia dosen Ekonomi, sebenarnya saya ingin tahu pendapat dosen Sosiologi. Tapi saya kuliah di kampus kedinasan latar belakang ilmu ekonomi, karena alasan ekonomi. Maka saya penasaran. Meneropong dunia Angkot berarti melihat banyak sopir Angkot, ibu-ibu di pasar pengguna setia Angkot, anak-anak sekolah yang tiap pagi naik Angkot, juragan Angkot, bengkel langganan Angkot, produsen mobil Angkot, dll.
Tanpa pikir panjang hal-hal tersebut, saya naik Angkot di Bandung. Di sebelah kiri, ibu penjaja makanan di pasar. Bersyukur, di sebelah kanan saya cewek cantik ala model, menyusul naik. Sial, sopir Angkot seperti biasa ngebut terabas macet, kejar setoran. Melaju cepat, cepat sampai, cewek cantik turun. Saya kecewa.
Angkot memang kendaraan rakyat. Kita bisa mendapati segala macam wajah, dari yang kumal sampai yang necis, dari yang berseragam sampai yang berkaos oblong. Dan tak lupa termasuk cewek cantik. Tapi saya tidak pernah melihat atau mendengar Presiden naik Angkot. Ah, mungkin saja belum, suatu saat nanti ada Presiden naik angkot.
"Ibarat organisme, kota selalu menyerap energi. Penduduknya seperti hidup dalam labirin yg membentur-benturkan tubuh mereka pada dinding kesibukan, kemacetan, dan akhirnya kelelahan", kalimat pembuka salah satu artikel di Kompas hari ini.
Bukan cuma karena angkot, kan?
24 April 2011
Komentar
Posting Komentar