Sejak kapan manusia bercita-cita bisa
terbang? Dalam gagasan yang tertuliskan, Leonardo Da Vinci pada abad 15 membuat
sketsa helikopter imajinasi dia. Jangan bayangkan (sketsa) helikopter ciptaan
dia sudah menyerupai helikopter modern saat ini. Sampai meninggal Leonardo da
Vinci, dia menyesal belum bisa merealisasikan ide terbang. Ratusan tahun
kemudian tepatnya tahun 1911, penerbangan penting yang tercatat sejarah adalah
penerbangan Wright bersaudara, meski cuma beberapa menit. Tapi bagi mereka –dan
mungkin bagi dunia– itulah penerbangan yang menegangkan dan menandai kemajuan
teknologi umat manusia menguasai angkasa. Sejak itulah dunia penerbangan (aviasi)
merealisasi cita-cita manusia untuk mendapati perspektif burung setelah sekian
lama menerawang langit sebatas iri kepada elang. Angkasa semakin sesak ditambah
oleh burung besi yang terbang berdesing bukan berkicau.
Dulu,
boleh dikatakan, bahwa pengembangan teknologi diperuntukan oleh atau untuk
kepentingan militer. Mobil, jaringan jalan, pos sampai internet dimulai dari
dunia militer. Tak terkecuali adalah pesawat. Pesawat-pesawat meninggi
mengangkasa diterbangkan pada mulanya oleh para tentara untuk masa perang dan
pertahanan militer. Amerika Serikat era Perang Dunia II terkenal dengan pasukan
penerjun payung, yang tentu saja ‘diterbangkan’ dari kabin pesawat semacam
Hercules saat ini. Jepang terkenal dengan (pilot) pesawat kamikaze. Jerman
punya perwira penerbang yang menguasai angkasa Eropa. Ledakan jatuh balon
Zeppelin dan pesawat Concorde yang menjadikan ‘bubar’ keduanya juga turut
menandai sejarah penerbangan. Nama Tony Fernandes pun tak ketinggalan mewarnai
dunia penerbangan dengan memurahkan harga tiket pesawat melalui maskapai
penerbangan yang ia dirikan. Rentang 90 tahun sejak penerbangan Wright,
peristiwa aviasi yang kita ingat adalah pesawat yang menubruk Gedung WTC di New
York. 11 September 2011, 10 tahun pascaruntuh Gedung WTC baru saja diingat
kembali.
Indonesia
juga punya sejarah penerbangan. Rakyat Aceh yang pertama kali menghibahkan
pesawat kepada pemerintah Indonesia. Itulah Air Force One bagi Presiden
Soekarno, jangan bayangkan Presiden Soekarno mirip Harrison Ford dalam film Air
Force One dan sang pesawat cukup besar untuk menampung jamuan makan siang sang
presiden. Setelah melanglangbuana ke penjuru Indonesia bahkan sampai ke Burma,
yang dijadikan bantuan pemerintah Indonesia untuk pemerintah Burma saat itu,
duplikat pesawat itu kini diparkirkan di Taman Mini Indonesia Indah, cukup bagi
anak muda sekarang foto-foto di sampingnya dan menerawang sejarah. Seiring
cerita di dunia penerbangan Indonesia berdirilah maskapai penerbangan Garuda
Airlines. Maskapai pertama Indonesia yang jadi kebanggaan rakyat di dunia
aviasi sampai saat ini selain IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) yang
entah sekarang apa kabar. Ngomong-ngomong, apa slogan maskapai Garuda
Indonesia? Di pikiran saya, slogan “Garuda tak pernah ingkar janji”, sepertinya
bisa pas sebab "Merpati tak pernah/belum berjanji menerbangkan".
Meski
bukan bagian dari cita-cita besar umat manusia untuk dapat terbang, saya
pertama kali merasakan penerbangan pada bulan Agustus tahun 2009. Dua tahun
kemudian, tepatnya tanggal 5 September 2011 diterbangkanlah Garuda Indonesia
jurusan Jakarta-Balikpapan membawa banyak penumpang salah satunya penumpang
dengan tujuan Samarinda untuk transit di Balikpapan, voilla.
Sekian kali melanglang Kalimatan-Jawa dan sebaliknya sebagai penumpang, masih
dan akan selalu ada perasaan takjub melihat awan-awan bergumpal dari kaca
jendela pesawat. Sayang, kaca jendela pesawat tak bisa dibuka. Terlepas
dari suntikan dana pemerintah untuk Garuda Indonesia sebagai BUMN, gimmick "Terbanglah
bersama Garuda Indonesia", memang
membedakan Garuda dengan maskapai lain dalam hal kenyamanan.
Setelah
sekian kali menjadi penumpang pesawat muncullah pertanyaan, sebagai salah satu
penumpang hal apa yang harus diperhatikan di tiap penerbangan? Apa peragaan
prosedur keselamatan oleh pramugari cukup menarik? Bukan karena pengalamaan
pertama menjadi penumpang pesawat yang dirasa sudah cukup untuk dapat memahami
peragaan prosedur keselamatan, tapi penerbangan-pertama memang terasa
menakutkan (baca: gugup) sehingga cenderung patuh fokus pada peragaan.
Selanjutnya, seolah mengambil remote control dan menekan tombol mute, tuts, biarkan
para pramugari memeragakan prosedur keselamatan dengan mulut seolah tak
bersuara karena fokus mata dan pikiran kepada peraga. Kedua, berdoa agar
pesawat dari sejak lepas landas sampai mendarat selamat sehingga tak perlu
mempaktikkan prosedur keselamatan ala Pramugari. Setidaknya saat peraga(an)
prosedur keselamatan yang diamati benar oleh para penumpang (khususnya cowok)
tak menjadi sia-sia meski prosedur keselamatan tak perlu dipraktikkan
sepenuhnya. Ketiga, minta dan ambillah permen atau makanan dan minuman sebanyak
mungkin sesuai ‘aji mumpung’. Keempat, ungkapan bahwa kentut berbunyi itu tak
bau tapi memalukan dan kentut tak berbunyi itu bau nan menghanyutkan memang
benar adanya jika dilakukan di dalam kabin pesawat, bahkan pesawat Garuda
sekalipun. Maka bijaklah dalam ‘membuang gas’. Pesan saya kepada manajemen
Garuda, mohon jangan 'sembunyikan' lubang colokan/jack Headphone!
Sayang,
peragaan prosedur keselamatan di pesawat Garuda ditampilkan lewat monitor
berjarak beberapa centimeter dari ujung hidung. Ada yang kurang, terlihat
‘datar’ dan mempercepat saya untuk langsung tidur.
Terima
kasih Wright bersaudara.
Samarinda,
13 September 2011
Komentar
Posting Komentar