Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada
malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan,
berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi
semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu
menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh
manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan
karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak
terperi setelah makan sambal.
Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di
selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak
disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana
itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani
momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar (marketplace) di internet. Menyingkap lapisan momen hidup lebih mendebarkan
daripada unboxing pesanan kita dari marketplace. Yang suka melulu adanya di
iklan tempat wisata atau iklan bank.
“Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup,” kata
Buya Hamka menekankan kata ‘manusia’ pada kita. Di hutan tak ada televisi yang
menayangkan sinetron ratapan anak tiri nan menyedihkan. Tak ada juga FTV dengan
judul absurd yang tidak mengenal sad-ending
(akhir sedih). Dan di kehidupan nyata, sinetron dan FTV adalah tayangan
terburuk arti kebahagiaan dan kesedihan. Akal yang membedakan manusia dengan
hewan. Pengalaman yang menempatkan manusia pada pemahaman suka dan duka.
Orang Cina punya konsep Yin dan Yang, kita punya konsep ‘hidup
seperti roda berputar’. Yin dan Yang adalah keniscayaan seperti roda berputar, yang
kita pahami jika tidak berputar pastilah kehidupan terhenti. Suka dan duka
saling mengisi kehidupan tiap manusia, bersilih ganti dan bersilih waktu. “Kala
kita bercengkrama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan sedang menunggu
di tempat tidur,” kata Kahlil Gibran mengingatkan dengan kepasrahan.
tuk T.H.H.
Bekasi, 29-30 Oktober 2018
Komentar
Posting Komentar