Langsung ke konten utama

aLamaKna: Tiru

Ternyata cukup banyak kata yang memadankan tindakan reproduksi sesuatu dalam bentuk yang sama atau menyerupai, khususnya secara tidak sah meski dalam beberapa kasus ada pembenaran/pembelaan untuk tidak dikatakan sebagai tiruan secara langsung. Di pasar malam atau pasar kaget ada kaos dengan label merek Adedas disertai lambang empat-strip. Sepintas mirip merek produk terkenal asal Jerman produk tiga-strip, yang ini tentu saja mahal. Entah kenapa kebanyakan orang menyebut produk tiga-strip, macan loncat, lambang O dan sekelasnya sebagai ‘barang bermerek’, padahal kaos empat-strip di pasar kaget dan produk lain yang sejenis itu juga sebenarnya punya merek. Mereknya ya Adedas, Puna, Naike, Pila (yang ini mungkin pabriknya ada di Jawa Barat), Sonny, Guchi dan lain-lain.

Mari berhitung terkait kata bermakna reproduksi yang bersifat meniru, tentu saja dimulai dari tiruan, selanjutnya imitasi, duplikat sedangkan untuk istilah yang punya bidang tersendiri semisal karya tulis kita temukan plagiat, copycat, jiplak. Selain itu ada tiruan yang punya skala kualitas-kemiripan yaitu KW, kemungkinan berasal dari kata KWalitas, yang berskala dari KW1, KW2 sampai dengan seterusnya. Jadi semisal harga barang-bermerek kacamata dengan lambang O menyentuh angka enam digit, barang KW 1 merek tersebut bisa didapat pada kisaran separuh harga, KW2 bisa didapat pada kisaran sepertiga harga. Semantara itu, semoga kata ‘titisan’ tidak dipadankan dengan tiruan hanya karena seorang selebriti yang mandi kembang tengah malam bermaksud menjadi titisan Suzana. Mandi kembang tengah malam jangan kau lakukan, kalau hanya mengharap jadi titisan (lagu dangdut versi terbaru).

Apa yang salah dengan suatu tiruan? Pertanyaan ini mungkin terkesan memojokkan dan kurang bijak, lebih baik diganti, apa berhenti pada tindakan meniru saja? Jepang terkenal sebagai negara maju yang punya ribuan perusahaan produksi barang berskala internasional. Dari cerita kilas balik perkembangan kemajuan Jepang ternyata mereka bermodalkan ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Sementara itu falsafah orang Jawa ada 3N yaitu niteni, niru, nambahi. 3N jelas bukan hasil tiruan semata dari ATM, cuma kebetulan saja bermakna sama, toh, bunyinya berbeda. Yang terpenting dari ATM dan 3N adalah esensi bahwa meniru bukan semata meniru tapi juga selanjutnya menciru (mencipta baru).

Omong-omong tentang (men)cipta yang dalam konteks hal-baru bisa dikatakan merupakan negasi dari tiru, ternyata punya tabungan padanan kata juga. Mencipta berarti menemukan, menggubah (bukan mengubah!) dan kreasi. Dalam Bahasa Inggris ada kata Invention yang berarti penciptaan dan discovery yang berarti penemuan/penyingkapan. Keduanya bernuansa mirip meski sebenarnya jelas berbeda pada hasilnya. Christopher Columbus menemukan (discover) Benua Amerika yang sejak bumi dicipta sebenarnya sudah ada, sementara itu Thomas Edison dikatakan menciptakan (invent) lampu pijar, dimana berabad sebelumnya Christopher Columbus berlayar menggunakan penerangan lilin dan bulan. Dari Colombus kita juga mendengar cerita ia berhasil dalam tantangan telur dengan cara sedikit memecahkan bagian bawah telur agar bisa tegak berdiri, itu karena Columbus berinovasi. Sementara dari Edison yang punya ratusan hak paten atas ciptaannya kita pun mendapati perkataan, “I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work”.

Jadi, bisa dikatakan kreasi dekat dengan inovasi (yang berarti pembaruan), inovasi dekat dengan kerja-keras dan kerja-keras dekat dengan motivasi. Motivasi, jelas tidak mungkin, tanpa motif, seperti kain batik tanpa motif, kurang berwarna. Ah, para karuhun (nenek moyang) Indonesia punya ide brilian mewarnai kain putih polos dengan canting. Dari Sabang sampai Merauke jenis batik banyak. Ada batik Palembang, batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Jogja batik Kalimantan dan seterusnya. Antara masing-masing batik tersebut jelas tidak saling meniru. Yang jelas-jelas meniru adalah batik dari negeri seberang. Hidup juga perlu inovasi kan? Agar tidak monoton, supaya indah seperti kain batik. Dari seorang teman yang mengutip penjelasan motivator, bahwa inovasi adalah melakukan hal lama dengan cara baru.

Sebenarnya tidak ada hal benar-benar baru di dunia fana ini, mengutip dari peribahasa orang Inggris, ‘Tidak ada hal baru di bawah langit’, Wright bersaudara terbang dengan pesawat temuannya cuma karena iri pada burung. Toh, ide untuk terbang sudah ada sejak jaman Leonardo Da Vinci dengan sketsa ide helikopter. Charles Goodyear menyulap ban kayu temuan orang Romawi jaman dulu menjadi ban karet-vulkanisir agar efektif menggelinding, sedangkan John Dunlop berinovasi menghembuskan angin pada ban karet-vulkanisir dan jadilah ban angin yang melaju cepat lebih efektif. Selanjutnya Shoujiro Ishibasi (Ishibasi berarti jembatan batu) mendirikan perusahaan manufaktur ban karet kelas dunia yang mendesing-cepatkan Formula 1. Hal meniru lebih baik seperti anak kecil yang punya rasa penasaran/ingin tahu yang tinggi lewat meniru dan pada akhirnya berkreasi dengan caranya sendiri.

Jadi, apakah meniru itu tak baik? Bisa dijawab bahwa yang lebih baik adalah jika pada akhirnya mereka yang memroduksi kaos merek Adedas pede dengan merek sendiri yang tidak bermaksud memlesetkan merek tiga-strip agar tidak semakin terpleset ke tiru, tiru, tiru. Kan ada ATM (amati, tiru, modifikasi). Roda mobil Kiat Esemka karya murid SMK menggelinding bermodalkan ATM. Kita tahu Soichiro Honda bahkan tidak lulus sekolah dasar, jadi dengan modal Sekolah Menengah Kejuruan tentu ‘lebih baik’. Kita tunggu saja mobil Kiat Essatu dan Kiat Esdua asal Indonesia.



Jakarta, 29 Januari 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Presiden

Pembahasan tentang pemimpin negeri ini (kembali) ramai dibicarakan saat ini. Riuh rendah pemilihan Presiden sudah kita lalui dan kita ketahui hasilnya. Bahkan sebelum hari H pemilihan, keramaian siapa calon pemimpin negeri ini sudah heboh menjadi viral di dunia maya. Menjelang hari H pencoblosan perang urat syaraf, argumen, cuap antar pendukung lebih panas daripada konflik Mourinho dan Wenger maupun pendukung Real Madrid dan Barcelona. Dan kini, pelantikan telah mengesahkan siapa pemimpin negeri ini. Satu kata penuh hal, Presiden. Kata tersebut disebut berulang kali dalam obrolan di tempat kerja bahkan media sosial. Kata yang jadi tema renyah untuk jadi guyonan di Stand-Up Comedy. Saya jadi ingat pelajaran Biologi saat mendengar kata tersebut, barangkali Presiden sejenis dengan spesies, banyak macamnya. Faktanya ada presiden negara, presiden partai, presiden direktur sampai dengan presiden mahasiswa. Lantas apa yang membedakan di antara semuanya? Bisa dijawab dengan hal lingkup kekuasa...

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...