Langsung ke konten utama

aLamaKna: Sintas

“Apa dan bagaimana doa harus diucapkan?”

Pertanyaan awal sebelum berdoa tersebut terasa menggelitik. Tuhan mengkhususkan sepertiga malam dan tempat di Tanah Suci untuk doa, tapi lebih dari itu Dia Maha Mendengar. Dia punya receiver (penerima), bandwidth data (luas bidang jalur data) khusus, sistem file, kapasitas penyimpanan dan mesin pemroses tersendiri. Kita sering menyebut Dia sebagai Yang Maha, maka pastilah yang Dia miliki dalam merespon doa kita dalam ukuran Maha juga, bukan sebatas mega atau tera. Jelas, Dia berbeda dengan makhluk ciptaanNya.

Dia menuliskan blueprint (cetak biru) kehidupan manusia dengan cara Dia sendiri. Rancang bangun tentang hidup, tersebutlah suatu arsitektur megah. Tema utama tentang kehidupan, tersebutlah cerita panjang. Skema tentang penghidupan, tersebutlah suatu garis (meski) tak-linier. Kita tahu jika kita berdoa maka Tuhan akan mengabulkan. Maka pastilah sama jika kita bertanya maka Dia akan senang hati menjawab. Bahkan banyak manusia memadankan dan menyampaikan doa dengan dan dalam bentuk pertanyaan. Apa yang terjadi (sudah, sedang dan akan) kita menyebutnya sebagai takdir. Barangkali takdir hanya titik-titik yang menghubungkan arsitektur megah, cerita panjang, dan garis tak linier. Kita hanya menduga rupa dan bentuk, takdir adalah misteri. Meskipun demikian, doa dan takdir terhubung oleh usaha. Karena usahalah kita pantas menyebut takdir sebagai pencapaian. Dari keinginan, harapan, cita-cita, serta mimpi kita melangkah. Bahkan teramat jauh dalam pilihan hidup.

Jika suatu ketika pilihan atau jalan hidup kita tak sesuai, namun pastikan doa selalu menyertai kita. Setidaknya bukan sebagai kekalahan pada takdir, tapi kepasrahan pada Yang-Kuasa dan tuntunan untuk meredam ego dan kekhilafan kita. Jika suatu ketika bibir kita tak bergerak untuk bersuara maka tak berarti doa tak bisa terucapkan. Tidak dalam lisan, tapi pastilah doa ada dalam hati. Tidak dalam bait indah, tapi pastilah doa ada dalam kata-kata sederhana atau bahkan tindakan yang diterjemahkan sebagai keyakinan dan kepercayaan. Kita yakin, bahwa doa punya domain (ranah) tersendiri di sisi Yang Kuasa. Kita percaya, adalah doa yang membawaserta hidup, kehidupan dan penghidupan. 

Anggaplah kau terbangun dari mimpi buruk, dan kau mempertanyakan apa yang terjadi. Apa yang terjadi? Ternyata kau tertahan di satu titik. Tidak ada pilihan lain yang bisa kau tentukan kemudian. Perjalanan panjang ada dari dan dalam langkah-langkah. Di satu langkah, entah sejauh apa sudah terlewati, kau terjatuh.

Dan kembali pada pertanyaan, “Apa dan bagaimana doa harus diucapkan?”.

Bertahanlah! Kami percaya bahwa kau ada untuk kehidupan. Maka ada ‘kita’ yang merangkum ‘kami’ dan ‘kau’.


Teruntuk seorang kakak, saudara, teman dan sahabat baik.


Samarinda, 21-22 Februari 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...