Langsung ke konten utama

aLamaKna: Aneh

Dulu, kata Guru SMA, "Ngapain ribet-ribet orang mendaki gunung? Bikin capek. Kan sudah ada helikopter". Kalau dipikir-pikir bener juga. Tapi Pak Guru mungkin lupa, sewa helikopter mahal.

Lihat konser juga aneh menurut Pak Guru, "Apa susahnya beli kaset video?" Sama hal dengan orang-orang berteriak histeris lihat bintang pujaannya saat konser. Aneh. Beda hal dengan cewek yang berteriak histeris lihat kecoa. Wajar. 

Apa perbedaan bintang pujaan dan kecoa? Bintang pujaan dengan kecoa beda bentuk beda nasib. Yang satu berseni, yang satu kena seni. Yang satu diteriakin karena orang-orang geregetan pengen peluk, yang satu lagi karena geregetan pengen menginjak. Kecoa makhluk super aneh bagi cewek.

Bintang pujaan sebenarnya 'orang aneh' yang mendapat apresiasi. Aneh dalam hal berpakaian: blink-blink, baju kurang bahan dan tingkah: tari kejang-kejang. Cara apresiasi terhadapnya aneh, orang-orang menjerit serentak, seperti koor hanya saja tidak tertata. 

Omong-omong soal (orang) aneh, yang aneh sekarang lebih gampang dapat apresiasi. Apresiasi atau perhatian? Sama saja, kita tidak bisa membedakan. Unggah video tingkah aneh di jejaring sosial, lantas berharap saja ada apresiasi, eh, perhatian masyarakat. Sebenarnya, daripada bintang pujaan masih lebih hebat kecoa, sebab kecoa bisa hidup tanpa kepala selama berhari-hari dan satu-satunya makhluk yang bisa bertahan saat perang nuklir.


Saya jadi ingat alasan mendaki gunung, "Bukan menaklukkan alam, tapi menaklukkan diri sendiri". Nah, yang ini bukan alasan aneh tapi filosofis.


23 April 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...