Langsung ke konten utama

aLamaKna: Baca

Media baca tidak hanya buku. Ayat Al Quran yang pertama diturunkan adalah, "Bacalah!" Baca apa? kata sang Nabi, baca apa saja yang bisa dibaca. Raut muka seseorang bisa dibaca, ada ilmunya. Alam juga dibaca, pertanda mau gempa atau ada badai. Tentu hal-hal tersebut tidak berupa teks atau tulisan. Memahami tersurat, tersirat, dan juga tersorot. Baca tersurat pun secara tekstual dan kontekstual.

Paling susah jika dapat SMS dari adik, entah pakai bahasa apa, besar kecil singkat menyingkat. Tidak perlu ilmu semantik, cukup duga-duga saja, atau balas sms, ”SMS YANG JELAS!” SMS adalah media komunikasi, ada di ponsel, dari yang termurah sampai termahal. Dulu ada pager, sebelumnya telegram. Semua setipe, singkat padat jelas. Sekarang ada (pushing) e-mail di ponsel, sama-sama teks. Perkara singkat menyingkat kata SMS, terkait karakter huruf. Pengirim dan penerima SMS jadi kreatif. Tapi kemungkinan lain, ada miskomunikasi. 

'Sy lg mrh', tiba-tiba mendapat SMS demikian dari pacar cewek. Tapi si cowok tenang-tenang saja mengira pacarnya cuma sedang menstruasi, cerita asmara mereka bakal heboh. Itu perkara tekstual: kalimat, kata, huruf, dan tanda baca. SMS bisa panjang bisa juga teramat singkat, tapi dalam komunikasi via telepon lebih jelas jika bersuara.

Yang kontekstual ada pada running text di televisi. Running text apa? Tulisan kecil yang ada di bagian bawah layar TV yang bergerak saat kita nonton sinetron. Tentang berita peristiwa terbaru. Singkat. Tapi pemberitaan peristiwa oleh TV harus dilihat menyeluruh. Peristiwa besar diringkas dalam kalimat pendek. Pintar-pintar saja melihat konteks. Lebih ditakutkan kalau beritanya cuma tentang 'kebaikan' ormas tertentu.



26 April 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...