Langsung ke konten utama

aLamaKna: Peta

Ada tanda silang, petunjuk-petunjuk seperti empat langkah ke kiri ke kanan ke utara dan galilah. Itu peta harta karun. Konflik antar-bajak laut biasa bermula dari sini. Apa benar peta petunjuk arah? Kalau sekadar menunjuk arah timur-barat, ada matahari. Tapi arah dalam perspektif lebih luas, peta punya.

Kalau tersesat di hutan tanpa peta, cari sungai. Ikuti alirannya. Itu teori bagi yang tersesat. Di hulu, di hilir, di sepanjang tepi sungai biasa ada permukiman. Banyak peradaban (kecil) dimulai dr kampung/komunitas di dekat aliran sungai. Itu teori antropologi. Buktinya Bandung dengan Cikapundung, Jakarta dengan Ciliwung. Jakarta, Bandung dulu hutan. Sekarang hutan beton.

Jika bawa peta saat melintas hutan atau tempat asing, cerita tersesat bisa beda. Di sebidang peta ada titik-titik dihubungkan garis, diwarnai. Kita tahu, ikuti alurnya. Hijau, biru, putih, abu-abu dll tentu bukan tanpa maksud, bukan untuk semarak dan agar disukai anak kecil. Tekstur dan kontur ruang wilayah di peta. Ada skala, proyeksi jarak dan ruang. Sekarang jaman digital ada GPS, sama saja. Tapi lebih berdimensi,

Kartograf hebat. Dia bisa seorang petualang atau cuma pendengar dan punya khayalan yang baik. Mendengar dengan seksama cerita dari petualang, memastikan dan menggambarkan.

Konon tanpa peta, petualangan lebih seru. Menemukan hal tak terduga, yang asing dan atau untuk mengasingkan diri. Kata teman, "Hebat bukanlah datang ke tempat yg sudah diceritakan banyak orang, tapi datang ke tempat yg tak pernah diceritakan oleh orang lain sebelumnya". Cristopher Colombus menemukan tempat asing tanpa peta tapi dalam hal nama kalah daripada Amerigo Vespuci. Amerigo yang pertama kali memetakan garis pantai timur Amerika. Namanya diabadikan.

Tapi hebat bukan soal nama diabadikan atau tidak. Colombus tetap jadi salah satu aktor utama penjelajah tanpa peta. Sulit membayangkan melintas samudera luas. Kalaupun ada peta, itu perkara arah dan jalur, untuk jarak kita tak tahu. Saya membayangkan melintasi jalan membelah hutan. Dan suatu ketika ke Kutai Barat. Ada hutan,tentu saja bukan hutan lebat, tapi di mata saya tetap bernama hutan. Tanpa peta harta karun, kami tak mencari harta karun. Kalau tersesat, tanya orang. 'Malu bertanya sesat di jalan', bunyi petuah.

Perjalanan jauh mirip balap rally. Kalau tak bawa peta, kan ada GPS. Kalau tak ada sinyal percuma saja, maka ajak teman. Tommi Makinen, pembalap rally tahu itu. Ada navigator di sebelah kemudi. Navigator menunjuk arah, tahu lokasi, dengan atau tanpa membaca peta. Pakai pengalaman atau paling mudah percaya kata hati.

Kalaupun temanmu yang jadi navigator tak bisa diandalkan, setidaknya kalau tersesat ada teman. Teman ngobrol. Jangan lupa bawa camilan.



6 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Presiden

Pembahasan tentang pemimpin negeri ini (kembali) ramai dibicarakan saat ini. Riuh rendah pemilihan Presiden sudah kita lalui dan kita ketahui hasilnya. Bahkan sebelum hari H pemilihan, keramaian siapa calon pemimpin negeri ini sudah heboh menjadi viral di dunia maya. Menjelang hari H pencoblosan perang urat syaraf, argumen, cuap antar pendukung lebih panas daripada konflik Mourinho dan Wenger maupun pendukung Real Madrid dan Barcelona. Dan kini, pelantikan telah mengesahkan siapa pemimpin negeri ini. Satu kata penuh hal, Presiden. Kata tersebut disebut berulang kali dalam obrolan di tempat kerja bahkan media sosial. Kata yang jadi tema renyah untuk jadi guyonan di Stand-Up Comedy. Saya jadi ingat pelajaran Biologi saat mendengar kata tersebut, barangkali Presiden sejenis dengan spesies, banyak macamnya. Faktanya ada presiden negara, presiden partai, presiden direktur sampai dengan presiden mahasiswa. Lantas apa yang membedakan di antara semuanya? Bisa dijawab dengan hal lingkup kekuasa...

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...