Langsung ke konten utama

aLamaKna: Bijak

Bijaksana adalah Konfusius, guru bagi orang-orang Cina. Semacam sumber kata-kata mutiara. Semacam solusi atas masalah raja (dulu) dan rakyat cina. Semacam konklusi berupa jawaban atas pertanyaan yang sulit terjawab.

Bisa dibayangkan seorang Konfusius jarang mengekspresikan diri. Seringkali orang bijak terlihat dingin, "cool" kata orang kini. Pikirannya mendasar, pada esensi. Sikapnya wibawa. Kita tahu saja Konfusius adalah salah satu orang bijak. Orang yang bijaksana dalam sikap dan keputusan kita sebut 'orang bijak'. Tapi kenapa orang yang menetapkan kebijakan tidak kita sebut 'orang bijak' juga? Entah.

Keputusan bijaksana tidak sama dengan kebijakan. Sama-sama dari kata 'bijak' tapi kebijakan mungkin hanya milik orang-orang punya kuasa. Atasan memaklumi keterlambatan saya masuk kerja karena saya semalam begadang dinamakan kebijakan. Sedangkan tukang becak yang mengantar saya ke kantor berkata, "Lebih baik terlambat, Mas. Daripada tidak sama sekali", adalah kebijaksanaan (hidup). Cara pandang abang tukang becak melampaui wajah dan pakaian dia.

Seperti dihadapkan pada pertanyaan saat melihat gelas yg terisi air separuhnya, separuh-isi atau separuh-kosong? Tidak perlu jawaban diplomatis. Yang perlu cara pandang bijak, atau tindakan! Minum saja air tersebut dan jawab, "Gelas kosong tanpa air". Bijak saja. Tak perlu berkumis tipis panjang ala Konfusius, cukup senyum dan atau menanggapi dengan sedikit humor, untuk mempertahankan selera humor kita. Senyum adalah ibadah, tertawa masih gratis.

Selamat berlibur. Untuk meregangkan otot dan (terutama) pikiran tegang karena ketidaksetujuan kita. Kebijakan harus kita tanggapi dengan bijak, ya kan?



13 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Presiden

Pembahasan tentang pemimpin negeri ini (kembali) ramai dibicarakan saat ini. Riuh rendah pemilihan Presiden sudah kita lalui dan kita ketahui hasilnya. Bahkan sebelum hari H pemilihan, keramaian siapa calon pemimpin negeri ini sudah heboh menjadi viral di dunia maya. Menjelang hari H pencoblosan perang urat syaraf, argumen, cuap antar pendukung lebih panas daripada konflik Mourinho dan Wenger maupun pendukung Real Madrid dan Barcelona. Dan kini, pelantikan telah mengesahkan siapa pemimpin negeri ini. Satu kata penuh hal, Presiden. Kata tersebut disebut berulang kali dalam obrolan di tempat kerja bahkan media sosial. Kata yang jadi tema renyah untuk jadi guyonan di Stand-Up Comedy. Saya jadi ingat pelajaran Biologi saat mendengar kata tersebut, barangkali Presiden sejenis dengan spesies, banyak macamnya. Faktanya ada presiden negara, presiden partai, presiden direktur sampai dengan presiden mahasiswa. Lantas apa yang membedakan di antara semuanya? Bisa dijawab dengan hal lingkup kekuasa...

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...