Langsung ke konten utama

aLamaKna: Beda

Ternyata ada hubungan antara orang Roma dengan belalang dan ikan. Pepatah Inggris menyebutkan, 'When in Rome, do likes Romans do'. Kalau kata orang tua kita dulu, 'Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikan'. Jadi hubungan antara mereka bisa dibilang baik-baik saja. Setara, subjek yang mendiami suatu tempat.

Beda tempat beda makhluk yang mendiami. Di gunung ada asam, di laut ada garam. Ketemu deh di kuali. Oh, itu di luar konteks awal, itu perkara jodoh. Beda tempat beda manusia yang mendiami. Beda manusia beda-beda karakter. Tiap orang dilahirkan beda, unik. Implikasinya sering ada friksi atau gesekan karena perbedaan pendapat/keyakinan/cara pandang/sikap/karakter dst. antarmanusia. Tanda garis miring bisa tambah banyak karena kata 'beda'. Kata ini punya subordinat banyak.

Berdasar pepatah yang disebut di awal, hal itu terkait komunitas. Budaya tiap daerah beda. Seseorang yang biasa bertempat di Jakarta, saat pindah ke desa yang sepi bisa jadi heran saat tahu bahwa membunyikan klakson keras-keras dilarang.

Contoh lain, di Jakarta macet, di Surabaya macet, di Samarinda macet. Eh, sama ding. Tapi bedanya di Jakarta macet, orang bilang 'brengs*k', di Surabaya macet, orang bilang 'janc*k' dan di Samarinda macet, saya bilang 'plis deh'. Intinya, beda budaya beda bahasa beda kebiasaan beda lain-lain tiap daerah. Yang-beda bisa disepakati dengan musyawarah, yang ini saat rembukan, kalau orang-orang ada waktu ketemu. Kalau di jalan raya mana sempat musyawarah. Ada juga adaptasi, yg ini dari diri sendiri masing-masing. Di dunia flora-fauna adaptasi ada tiga jenis, morfologi, fisiologi dan tingkah laku. Saya lupa pelajaran Biologi SMA, tak bisa menjelaskan hal tersebut. Kalau istilah Sosiologi SMA, Gemeinschaft di Jakarta, Gesellschaft di desa. Saya bukan murid IPS, tak bisa menjelaskan hal tersebut.

Jadi kesimpulan akhir apa? Perbedaan tak bisa dijelaskan dengan mudah atau serta merta, perbedaan adalah keniscayaan, dan perbedaanlah yang menyatukan kita berdua. Oh, itu diluar konteks lagi. Maksud saya, perbedaanlah yang menyatukan kita semua. Kita sepakati saja perbedaan.

When in Samarinda, do likes Rinda do.




26 Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...