Langsung ke konten utama

aLamaKna: Tamu

Bertandang ke suatu kota berarti juga menemui teman di kota tersebut. Bertemu sebagai (ber)tamu. Ada adagium tamu adalah raja, maka pantas dijamu dengan baik. Dijamu artinya bukan diberi jamu. Jamu kan obat, mana mungkin orang sakit bisa bertamu.

Hal bertamu, meniatkan kunjungan sebagai silaturahmi. Mempererat persaudaraan atau ikatan antarmanusia, antarteman maupun antarsaudara. Yang benar mana, silaturahmi atau silaturahim? Silath dan Rahiim, akar katanya dari bahasa Arab. Tidak perlu diperdebatkan panjang kali lebar, yang penting esensi dapat.

Jelas bertamu lebih dari sekadar mengobrol. "Hai, apa kabar?", bisa ditanyakan di dunia maya. Bertamu, tentang memandang detil kerutan pakaian yg dikenakan atau malah wajah yang mulai berkerut, mengetahui bau parfum yang digunakan atau malah bau kecut karena keringat, melihat gestur saat berbicara tanda gugup atau ada rahasia yg disembunyikan, dll. 

Kini dunia maya memampatkan dunia riil. Tapi emotional icon (emoticon) tetap tidak bisa mewakili senyum kita sesungguhnya. Ketawa guling-guling ala chatting, LOL, wkwkwk, saya tak bisa membayangkan realisasi ekspresi tersebut saat bertemu langsung. Dunia maya dan dunia riil memang beda cerita. 

Saat teman bertamu, sajikan saja teh manis, lebih dari cukup. Arti raja cuma kiasan, kan? Bertamu berarti (tetap) berteman. Kalau dalam ukuran menemui teman, kata bertamu terkesan formal, ganti saja dengan kata berkunjung. Tapi, ah, seperti istilah kunjungan dinas saja. Oke kembali ke esensinya, ganti dengan bertemu, dan bisa diekspresikan, 


"Ketemuan, yuk?"



23 April 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...