Langsung ke konten utama

aLamaKna: Fenomena

Apa yang menarik dari tontonan kurang dari 10 detik untuk jarak 100 meter? Silakan bagi angka 100 tersebut dengan 10 atau 9. Berapa jumlah kedipan mata saat melihat seorang atlet berlari dalam waktu tak lebih dari 10 detik? Faktanya, rata-rata manusia berkedip 15 kali setiap 4 detik. Jumlah kedipan ini akan meningkat ketika seseorang dalam suasana cemas, gelisah, dan lelah. Namun perlu ditambahkan fakta baru, penonton di stadium atau televisi akan bersedia tak berkedip menyaksikan dengan cermat momen kaki-kaki melesat. Usain Bolt punya cara sendiri untuk menarik perhatian.

Kita menyebut dengan ungkapan luar biasa untuk sesuatu yang unik, bukan sekadar biasa terjadi. Ada banyak fakta terjadi, tapi tidak tiap fakta menjadi pembicaraan. Ada banyak kejadian menjadi berita, tapi tidak tiap berita adalah ketakjuban. Kesan terhadap sesuatu hal yang ganjil atau menonjol berbeda dengan kesan kepada hal yang wajar saja atau taraf 'lumayan sih, daripada lu manyun'.

Sesuatu yang jadi fenomena pada dasarnya adalah hal yang ganjil, lain dari yang lain. Ganjil (odd) begitu dekat aneh (odd) dan tidak menggenapi tren atau ada dalam modus yang sudah biasa terjadi. Apresiasinya berbeda, antara sesuatu hal yang perlu ditanggapi serius plus sedikit bercanda (atau sebaliknya) dibanding dengan tanggapan berkesan wah yang tidak menyediakan waktu serius atau bercanda sekalipun. (Silakan kata berkesan diucapkan dengan 'brrrr...kesan').

Ada empat elemen huruf sama yang membentuk kata bisa dan biasa. Pernyataan baku yang menyebutkan "bisa karena biasa" terdengar renyah. Laku di dunia motivator. Ditambahi, "Elemennya sama", biar terdengar mudah dipahami. Sekarang perlu ada penyataan baru, "Bisa lebih untuk luar biasa". Kata lebih dan luar mengintervensi bisa dan biasa. Elemennya semakin banyak. Di dunia olahraga, hal itu lebih dari sekadar bakat atau rutinitas latihan. Kita tanyakan saja pada sang fenomena dan pencuri perhatian, Usain Bolt.

Sebenarnya selalu ada fenomena dalam tiap-tiap kejadian. Karenanya kita mencatat. Ada rekor yang jadi bukti. Yang teringat dan atau tercatat adalah hal yang luar biasa itu sendiri. Catatan yang terbaik: lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat ada dalam angka-angka dalam grafik yang meninggi. Sepulang dari Olimpiade setidaknya kita punya medali. Tapi sudah tak ada lagi fenomena (menurut ukuran kita) saat atlet Indonesia meraih medali emas.

Omong-omong, jauh dari Olimpiade ada sebuah fenomena tersendiri nan (tak) kalah unik. Konon di Internet ada keyword baru yang melonjak drastis trennya sebesar 1000 persen dalam 20 hari terakhir, selidik punya selidik, keyword tersebut muncul dari negara pengguna facebook dan twitter terbesar di dunia, yakni Indonesia. Keyword tersebut adalah "klinik T*ng F*ng". Memang adanya bukan sebagai hal yang produktif, tapi barangkali kita bisa punya pembelaan, "Setidaknya kan tidak kontraproduktif". Dan, entah apa yang terjadi jika para atlet kita dikirim ke klinik fenomenal ini.

Akhirul kata, terima kasih klinik T*ng F*ng, kau sudah menjadikan Indonesia sebagai fenomena. (Meski jauh dari prestasi dan kurang penetrasi).



Samarinda, 8-9 Agustus 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...