Langsung ke konten utama

aLamaKna: Komunikasi

Dulu ada kuis dengan aturan permainan sederhana yaitu menyampaikan satu kata tersembunyi dengan petunjuk kata-kata dari masing-masing peserta. Orang pertama tahu satu kata tersembunyi. Kata tersebut harus ditebak orang kedua berdasar kata-petunjuk dari orang pertama. Jika berhasil ditebak, maka berlanjut ke yang berikutnya sampai orang kelima. Sederhana saja tapi dengan catatan, petunjuk yang digunakan orang pertama sampai terakhir harus berbeda, tidak mengulang kata dari petunjuk yang sudah disebutkan.

Tak dibolehkan ada gerak tubuh/gestur untuk menggambarkan kata yang disembunyikan. Hanya lisan yang harus diberikan secara beruntun. Sinonim, antonim atau kata-petunjuk intrinsik lain. Ternyata sulit, namun cukup menarik. Lebih sering tak sampai peserta keempat sudah gagal karena ada pengulangan kata atau peserta terlalu ekspresif menggerakkan tangan secara spontan. Kuis ini merupakan bentuk komunikasi searah, yang menguji kemampuan berbahasa peserta, berkata-kata atau lebih tepat mengukur perbendaharaan kata (kosakata).

Kata-kata diucapkan sebagai salah satu bentuk komunikasi. Manusia berbahasa untuk menyampaikan maksud. Marah, kesal, bertanya, menolak, merajuk dan lain-lain bisa dilisankan atau secara khusus bisa diketahui lewat gerak tubuh. Tiap kata yang diucapkan bersamaan dengan gestur atau paling tidak raut muka, para ahli menyebutnya ekspresi nonverbal. Seseorang yang berbohong pupil mata akan membesar atau mengusap leher bagian belakang atau gestur tangan (tanpa disadari) mencoba menutup mulut.

Meski secara umum gerak tubuh manusia dalam berkomunikasi bisa diartikan langsung, tapi dalam beberapa kasus budaya setempat berperan. Di Indonesia, bahkan secara umum di belahan dunia manapun, orang menggelengkan kepala berarti penolakan. Tapi, sebaliknya di Albania menggelengkan kepala malah berarti mengiyakan. Gerakan tubuh (ala tarzan) cukup berguna jika kita tersesat di luar negeri dengan kondisi tak bisa berbahasa setempat dan kita mesti menanyakan jalan kepada orang di sana. Gestur, grafiti di jalanan, semaphore juga sebentuk perantara komunikasi selain bahasa lisan.

Seberapa penting bahasa dalam komunikasi?

Bahasa adalah perantara interaksi atau komunikasi antar manusia, antara A dan B yang bertukar pikiran atau sekadar obral obrol dan menanyakan kabar. Percakapan bisa dimulai dengan, "Cuaca cerah hari ini. Enak buat ngadem nih". Percakapan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Percakapan bisa saja ringan atau sekadar basa-basi. Jika sudah mengarah ke pertukaran ide atau opini, maka jadilah diskusi atau dialog (meski tak perlu bertemakan berat semacam obrolan politik(us)).

Dialog terjadi jika masing-masing pihak membuka pikiran. Tidak ada penolakan (wicara) langsung dan upaya saling menjatuhkan. Repot kalau ucapan netral dari A direspon B dengan sikap atau pernyataan defensif, komunikasi bisa gagal terjadi. Sama repot seperti istri yang tiba-tiba diam ngambek ke suaminya atau seorang pemimpin coba mengerti keinginan bawahan tanpa ada komunikasi lisan. Bawahan yang punya kritikan tak perlu membuat surat resmi kepada atasannya yang cuma berjarak tiga meja. Jika terjadi, entah itu termasuk gagal berkomunikasi atau komunikasi yang gagal.

Kenyataannya tak ada komunikasi dari hati ke hati dengan diam tak berkata-kata. Bahkan dengan berkata-kata pun masih bisa percakapan gagal mengkomunikasikan. Kita perlu tahu, "Mari ngeteh, mari bicara", gimmick iklan teh ternyata adalah tentang pentingnya komunikasi. Dialog adalah tentang berbicara dan, tentu saja, mendengar. Namun, konon bahwa indera paling objektif adalah telinga dan mendengar adalah aktivitas yang cukup sulit dilakukan oleh sebagian besar manusia.

Kalau tiap pihak dalam dialog merasa benar tanpa ada celah untuk menerima pendapat lawan bicara dan malah saling bersuara tanpa mendengar, maka itu lebih tepat disebut dua-log bukan dialog. Seperti contoh acara debat antar orang berjas berdasi di salah satu stasiun televisi. Komunikasi diartikan antar mulut saja bukan pada (bukti) tindakan atau fakta. Masing-masing pihak cuma menaikkan volume suara. Dan pemirsa bisa menekan tombol mute atau pindah channel atau tetap menonton sambil makan popcorn dan tepuk tangan.

Komunikasi gagal jika para pihak tidak cakap berbahasa. Juga gagal jika satu pihak menebak-nebak maksud atau arah pembicaraan. Seperti hal kuis di awal. Berkata-kata, menekankan ucapan, intonasi atau memilih dan memilah kata. Gestur melengkapi lisan dalam komunikasi. Gerak tangan bisa menggambarkan sekaligus menekankan pada kata-kata dimaksud. Kalau sudah gerak tangan terlampau aktif dan bergerak seperti ingin menonjok, lebih baik percakapan dihentikan.

Ada petuah bijak yang menyebutkan agar jangan berdebat dengan seseorang meski kau benar. Karena bagi orang lain yang melihat, itu tetap saja terlihat seperti perdebatan dua orang bodoh. Apalagi debat kusir, yang mungkin dahulu adalah debat para kusir yang sedang mengendali kuda supaya baik jalannya. Tidak baik berkendara sambil berdebat.



Samarinda, 23 September 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...