Langsung ke konten utama

aLamaKna: Kenapa

Sang Profesor berkata, "Saya yakin generasi masa kini mempunyai karakteristik yang terbiasa dengan pertanyaan, 'kenapa?'" Lama malang melintang sebagai manajer sepakbola, Arsene Wenger, yang mendapat julukan Sang Profesor, mengucapkan pernyataan itu dengan lugas. Pengalaman dan pengamatan dia membawa ke kesimpulan, "Kamu harus menjelaskan segalanya kepada para pemain, mereka lebih banyak mendapatkan informasi dari sana-sini, lebih terpelajar, dan punya keingintahuan yang lebih tinggi."

'Kenapa' adalah salah satu elemen 5W+1H dalam menulis. 5W+1H terdiri dari What, Who, When, Where, Why dan How adalah dasar penulisan. Penting bagi wartawan dalam menulis berita. Sebenarnya tak cuma monopoli wartawan, 5W+1H juga penting bagi semua jenis penulis, karena memang dicetuskan pertama kali sebagai rumusan oleh penulis Inggris, Rudyard Kipling. Bahkan rumusan itu penting bagi detektif dalam menganalisa atau menginvestigasi.

Dari pertanyaan 'kenapa' yang sederhana akan muncul penjelasan. Bisa panjang, bisa pendek. Kalau pertanyaan 5W dan 1H dijejer berurutan maka penjelasannya pasti panjang. Di antara pemuas-keingintahuan yang lain, pertanyaan 'kenapa' menelisik sebab kejadian. Tidak seperti pertanyaan 'siapa', dia cenderung (memantik) objektif. Dia bisa jadi merupakan interpretasi, berbeda dengan when dan where yang hanya menyajikan fakta.

Tidak cuma bernada keingintahuan, pertanyaan 'kenapa' bisa pula bernada gugatan. "Why always me?", tulisan yang terpampang di kaos-dalam si bengal Balotelli. "Why so serious?", tanya si bengal yang lain, Joker. Gimmick salah satu iklan rokok adalah, "Tanya kenapa". Ada pula pertanyaan 'kenapa' berturut-turut dengan nada menggemaskan dari bocah di iklan Biskuat. Si bocah adalah contoh pas dari pernyataan Wenger. Tiap penjelasan dari pertanyaan memunculkan pertanyaan yang lain.

Anak kecil selalu punya pertanyaan ajaib yang sering kali tak terduga atau mengejutkan. Seperti contoh kisah anak-kecil delapan tahun yang bertanya, "What is sex, Mom?", kepada ibunya saat antri di rumah sakit. Si Ibu kaget dan menanya balik ke anaknya apa maksud pertanyaan dia. Ternyata si anak cuma turut membaca formulir yang ibunya isi untuk cek ke dokter dan tidak tahu maksud kata 'sex'. Pertanyaan dari mana dan bagaimana dia (anak-kecil) dilahirkan kepada orangtuanya adalah pertanyaan yang bikin repot dijawab.

Banyak pertanyaan dari anak-kecil yang jawabannya bisa jadi ilmiah bahkan filosofis. "Kenapa langit berwarna biru?", "kenapa burung bisa terbang?", "kenapa air hujan jatuh dari langit", dan pertanyaan 'kenapa' lainnya. Kalau bocah-kecil terus memelihara keingintahuan sampai gede, dia bisa jadi ilmuwan/peneliti. Para peneliti adalah orang yang doyan bertanya. Di mata peneliti tiap fenomena selalu memunculkan pertanyaan, di saat orang lain cuma berucap, "wow, aneh" atau cuek. Penasaran si peneliti ada sampai jawaban atau penjelasan ditemukan.


Langit Indonesia, 26 September 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Presiden

Pembahasan tentang pemimpin negeri ini (kembali) ramai dibicarakan saat ini. Riuh rendah pemilihan Presiden sudah kita lalui dan kita ketahui hasilnya. Bahkan sebelum hari H pemilihan, keramaian siapa calon pemimpin negeri ini sudah heboh menjadi viral di dunia maya. Menjelang hari H pencoblosan perang urat syaraf, argumen, cuap antar pendukung lebih panas daripada konflik Mourinho dan Wenger maupun pendukung Real Madrid dan Barcelona. Dan kini, pelantikan telah mengesahkan siapa pemimpin negeri ini. Satu kata penuh hal, Presiden. Kata tersebut disebut berulang kali dalam obrolan di tempat kerja bahkan media sosial. Kata yang jadi tema renyah untuk jadi guyonan di Stand-Up Comedy. Saya jadi ingat pelajaran Biologi saat mendengar kata tersebut, barangkali Presiden sejenis dengan spesies, banyak macamnya. Faktanya ada presiden negara, presiden partai, presiden direktur sampai dengan presiden mahasiswa. Lantas apa yang membedakan di antara semuanya? Bisa dijawab dengan hal lingkup kekuasa...

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...