Langsung ke konten utama

aLamaKna: Cuaca

Selain kultur minum teh, orang Inggris terkenal gemar membicarakan kondisi cuaca dengan ungkapan pernyataan maupun pertanyaan. Ada banyak ungkapan tentang cuaca dalam bahasa Inggris. Orang Eropa pada umumnya juga begitu peduli pada cuaca dan menjadikannya sebagai obrolan ringan (small talk). Seringkali mereka mengungkapkan tentang cuaca untuk mengawali obrolan dalam percakapan sehari-hari, setelah itu percakapan bisa mengalir tentang apapun dan lebih lancar. Kita pun demikian, meski tidak sesering mereka.

Bagi mereka cuaca juga menjadi bahan obrolan dalam hal memulai pembicaraan dengan orang belum dikenal untuk coba mengakrabkan diri. Basa basi perlu, dan hari yang cerah adalah momentun obrolan santai yang diawali pertanyaan, "Apa kabarmu di hari yang cerah ini?" "What a nice day!", kata orang Inggris di hari yang cerah. "What a day!", seru mereka saat hujan sepanjang hari.

Semua orang pastilah paham dan merasakan cuaca hari ini, tapi tak setiap orang paham dan peduli perkembangan politik atau ekonomi saat ini. Itu sebabnya obrolan (diawali) tentang cuaca lebih universal, bisa diterima siapa saja dan lintas usia. Memang, obrolan tentang politik bikin panas hati, obrolan tentang ekonomi bikin kening berkerut. Obrolan cuaca jauh dari kata serius dan pas di mana pun. Kondisi cuaca apa pun bisa dibicarakan. Tema cuaca mengarah ke serius jika menyangkut La Nina dan El Nino.

Cuaca memengaruhi suasana hati. Terik matahari yang menyengat di jalan bisa menjadikan seseorang cepat 'panas', sumbu emosi pendek. Saat hujan adalah saat yang romantis kata orang kebanyakan. Beda suasana yang kontras antara melihat luas padang pasir dan hamparan salju putih. Perangai orang yang terbiasa di iklim panas berbeda dengan yang berada di iklim dingin. Beda perangai antara orang di Jazirah Arab dan orang dari daratan Skandinavia yang berprinsip Janteloven: sifat dan sikap 'dingin'.

Cuaca juga bisa menentukan produktivitas seseorang, terutama bagi mereka yang bekerja di luar ruangan. Juga demikian bagi pegawai kantoran yang mesti menempuh jalanan di tengah cuaca tak bersahabat, hujan lebat atau panas menyengat. Saat panas sering kali menjadikan kita tak nyaman, kegerahan dan berkeringat. Cuaca panas bikin malas ke luar, lebih nyaman di dalam ruangan, kamar atau kantor, yang berpendingin udara. Udara dingin atau sejuk bisa bikin kita malas-malasan. Namun dalam ruangan ber-AC bisa saja jadi 'panas' jika ada debat seru atau debat kusir.

Eropa punya empat musim sehingga cuaca tak hanya berpengaruh pada kebiasaan mereka tapi berpengaruh juga pada pola pikir. Sementara kita punya lebih banyak musim: musim durian, musim rambutan, musim layangan, musim kawinan, dll. Soal musim panas dan penghujan di kita adalah tentang banjir atau tidak dan kekeringan atau tidak. Di Inggris, dan negara Eropa pada umumnya, berita cuaca selalu ada di televisi. Perkiraan cuaca menentukan pakaian apa yang harus dikenakan atau kegiatan yang bisa dilakukan. Pepatah Jerman menyebutkan, "Kita tak bisa menyalahkan keadaan cuaca, tapi yang salah adalah pakaian yang kita kenakan". Ungkapan terkait cuaca ini ternyata bisa diartikan juga agar kita lebih adaptif di keadaan apapun.


Samarinda, 9-10 Oktober 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...