Langsung ke konten utama

aLamaKna: Serius

Kalau ada temanmu bilang, "Mungkin kamu perlu piknik," berarti kamu sudah terlalu serius dan kurang tertawa bahkan tersenyum. Terlalu serius dengan kening berkerut. Kurang tawa menjadikan wajah kaku. Paling jamak terlalu serius karena rutinitas kerja. "Sensi, gak bisa diajak becanda, nih," kata anak muda jaman sekarang. Ada momen tiap orang mengalami hal tersebut dimana syaraf menegang dan wajah 'ditekuk', bahkan menuliskan status di medsos pun serius. Bagian wajah ditekuk (secara literal) jadi bahan kelucuan jika dilakukan oleh Jim Carrey, sedangkan wajah kita 'ditekuk' berarti suram.

Sebenarnya tidak mesti harus piknik ke tempat jauh untuk mengendurkan ketegangan, ada banyak cara lain. Menonton televisi, bermain games di ponsel, cuci mata di mal atau pergi menonton film di bioskop adalah beberapa cara lain tersebut. Tapi, menonton berita politik di tivi, memainkan games misi yang lama, cuci mata yang berlanjut belanja dan menyaksikan film horor adalah cara yang kurang efektif. Itu adalah santai yang berlanjut serius. Konon lebih dari 80% pikiran manusia bersifat negatif. Beberapa hal di atas malah mempertahankan bahkan menambahi pikiran negatif. Sebagai catatan, pikiran negatif bukanlah tidak perlu ada, tapi perlu dikendalikan.

Sebagian orang menyepi dari keramaian untuk refreshing (penyegaran). Refreshing means recharge, penyegaran berarti memperbarui kebugaran fisik dan pikiran. Naik gunung atau pergi ke pantai sepi. Di gunung merenung, di pantai bersantai. Sebagian lain menikmati bising dentum musik di klub malam. Tiap manusia berbeda tingkah, tiap kepala berbeda pikiran. Ada pilihan work hard atau work smart, juga ada pilihan play hard atau play smart. Kita bisa meminjam rumusan Albert Einstein "Belajar = Bermain", maka rutinitas bekerja yang biasanya serius bisa disikapi dengan santai.

Adapula aktivitas distraksi (mengalihkan perhatian) dari kesibukan sehari-hari dengan hobi. Macam-macam hobi membentuk komunitas. Hobi diseriuskan bisa jadi penghasilan (tambahan). Idealnya mengerjakan hobi menjadi pekerjaan utama. Yang hobi nyanyi bisa mengikuti jejak Anggun C. Sasmi dan yang hobi fotografi bisa seperti kisah Darwis Triadi. Kalau tidak bisa seperti mereka, cukup syukuri apapun pekerjaan kini. Do what you love, love you do, sehingga kerja tidak melulu serius. Ada hal yang memang perlu ditanggapi dengan serius, ada hal yang perlu dihadapi dengan santai. Jalan tengah antara keduanya adalah "sersan", serius tapi santai.


Samarinda, 21-23 November 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...