Langsung ke konten utama

aLamaKna: Awan

Masih hujan, membenarkan ungkapan 'kemarau yang basah'. Ungkapan itu bukan terucap dari penyair papan atas, namun dari pengamat cuaca di BMKG yang sering melihat ke atas memantau gumpalan awan. Hujan turun dari awan hitam yang mengandung air dan bermuatan positif/negatif. Air tercurah, petir menyambar. Hujan adalah fenomena alam yang terwujud dari siklus air. Saat hujan deras terjadi, daratan mewadahi, sungai mengalirkan kembali ke laut. Di antaranya, kita di Indonesia mafhum dan maklum siklus hujan-banjir-macet-dst. Saat para pengamat melihat awan, mereka memprediksi hujan. Awan adalah penanda hujan.
 
Awal abad 19 awan baru punya nama, padahal dia senantiasa ada di atas umat manusia dalam cuaca apapun sejak Nabi Adam. Orang Inggris bernama Luke Howard, ahli farmasi yang kemudian dikenal sebagai Bapak Meteorologi, yang membidani klasifikasi awan. Cirrus, Cumulus, dan Stratus sebagai nama dasar yang dia sematkan. Konon Luke Howard semasa kecil sering melamun dalam kebosanan di kelas sembari memandang awan. Dari lamunan jadi pengamatan. Ternyata lamunan menerawang awan melayang ada sisi positifnya. 
 
Dari kombinasi tiga nama tersebut muncul Cirocumulus, Cirostratus, dan Stratocumulus. Ada pula Cumulo-ciro-stratus yang berpotensi hujan menambahi daftar nama awan. Karena terlampau panjang, nama tersebut dipadankan dengan Nimbus (mengingatkan kita pada Harry Potter dengan sapu terbangnya). Dan yang lembut terarsir adalah Alto. Kemudian kombinasi nomenklatur bertambah dengan Cumulonimbus, Altostratus, dan Altocirrus. 
 
Bagi fotografer, awan adalah salah satu elemen foto pemandangan alam. Para pendaki gunung, mencapai puncak tertinggi untuk berfoto belatar awan. Bagi pawang hujan, awan adalah tantangan (barangkali biaya pawang hujan ditentukan pekatnya awan!). Bagi pilot, awan adalah turbulensi. Sedangkan bagi saya, awan mengingatkan pada Sun Go Kong dengan awan kintonnya. Kini, yang lebih dikenal adalah media penyimpanan dan pemroses data beristilahkan 'awan' (cloud). 
 
 
Pondok Gede, 12 April 2017
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...