Langsung ke konten utama

aLamaKna: Sepakbola

Yang Spesial, Mourinho, berseteru lagi. Kata 'lagi' cukup menjelaskan bahwa ini bukan yang pertama. Sejak menjejakkan diri di ranah Inggris dengan menangani Chelsea dia sudah menunjukkan kemampuan strategis di dalam dan, tentu saja, di luar lapangan. Kali ini dia mengawali dengan sindiran "badut" melalui media. Itu jelas pancingan, kepada Klopp dan Conte. Bukan Mou kalau tidak cari rusuh dan musuh.

Yang merespon cuma dan hanya Conte. Mou, panggilan Mourinho, dikenal pelatih/manajer cum 'psikolog hebat'. Kemampuan perang urat saraf tak diragukan, emosi musuh campur aduk. Taktis dan dinamis bertolak belakang dengan pilihan strategi permainannya. Dia bisa diam cuek lantas tiba-tiba berkomentar tajam, kepada pelatih lawan bahkan ke pemain sendiri.

Conte masuk perangkap. Jelas Mou sudah menyiapkan jawaban-jawaban atas (apapun) respon Conte. Dia sudah menghapal skrip yang dia susun. Di akhir-akhir Conte mati kutu, dengan kepala mendidih, cuma bisa bilang "sudah terlalu personal". Hati-hati dengan orang Italia, darah mafianya pasti ada. Tapi bisa jadi Mou sudah tak peduli. Dia kepalang geregetan ingin memainkan perang urat saraf. Ke Guardiola dia sudah angkat tangan. Guardiola adalah batu Krypton bagi Mou.

Jarak lebih dari 12 poin dan catatan Manchester biru yang tidak terkalahkan jadi bukti. Bisa saja Mou keukeuh komentar pedas ke Guardiola. Tapi cukup dengan balasan ketawa ngakak ala Guardiola bisa membuat Mou diam seketika. Sedangkan Pochetino belum level menurut Mou. Poch masih masuk angin sebab Tottenham Hotspurs angin-anginan.

Jangan lupakan Wenger. Tetap dengan tampang seriusnya yang kini semakin 'rajin' menyiapkan jurus tangkisan atas kritikan dari segala lini. Wenger sudah kepayahan dikritik dari mana-mana. Wenger in anger, berrima dan sangat cocok menggambar dia kini. Saat dia 'menunjukkan' Piala FA di rak pialanya, justru menunjukan ironi bahwa dia lebih jago di kompetisi kelas dua.

Apa kabar Benitez? Dia sudah tidak seksi jadi bahan risak di mata Mou. Dia sedang menguji kemampuan diri menangani klub medioker sembari berharap ada keajaiban ala Ranieri. Pelatih pemegang rekor 100% kemenangan saat menangani Timnas Inggris yakni Allardyce nyaris dicuekin media. Allardyce terlalu berdosa dengan skandalnya semasa jadi orang nomor 1 di Timnas Inggris.

Tetap yang mengherankan adalah kenapa Klopp kali ini diam. Barangkali dia memang tidak merasa bertingkah jadi badut. Atau keasyikan melihat Salah jadi rajin nan soleh mencetak gol. Atau dia sudah paham karakter Mou. "Gak perlu diladenin, sing waras ngalah," mungkin gitu gumam Klopp. Atau dia sudah cukup dipusingkan oleh kepindahan Coutinho?

Sepakbola punya banyak sisi, tak sebatas 22 pemain rebutan 1 bola. Panggungnya lebih luas dari 7.500 meter persegi. Drama terjadi di dalam dan di luar lapangan. Ribut antar pelatih hanya secuil dari drama Sepakbola. Tiap manajer punya gaya permainan, memilah dan memilih pemain. Dengan segala kontroversinya, Mou mengajarkan banyak hal. Bagaimana dia membangun kedekatan dengan pemain, mengalihkan perhatian media atas keterpurukan timnya hingga para pemain bisa fokus ke strateginya, dan pasang badan atas kondisi tim.

Pemain sepakbola punya drama sendiri, ada yang loyal dengan satu klub meski diimingi uang banyak, yang pindah ke klub baru langsung menggebrak, dan yang berstatus supersub atau unsung hero seperti Solskjaer. Nilai transfer pemain memberi pelajaran tentang mekanisme pasar. Tingkah Mou adalah pelajaran terkait psikologi. Pilihan strategi dan formasi pelatih adalah terkait ilmu manajemen. Dan, tak lupa tugas wasit adalah tentang ilmu pengambilan keputusan. Nun jauh dari Eropa, di Indonesia, sepakbola parah terpapar politik. Lebih seru sekaligus menggelikan.

Yang utama, sepakbola adalah obrolan ringan di warung kopi. Sepakbola milik segala lapisan rakyat. Obrolan bisa dibuka dengan pertanyaan, "Liverpool kebobolan berapa?" atau "Coutinho pindah ya?" Bayangkan jika di warung kopi (atau bahkan medsos) kita tidak ngobrol sepakbola tapi malah ngobrol pilkada atau pekerjaan melulu. Betapa serius dan datar obrolan warkop.


Bekasi, 10-11 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Duka

Orang Cina percaya pada konsep Yin dan Yang. Ada siang, ada malam. Ada panas, ada dingin. Ada hidup, ada mati. Ada banyak hal di dunia ini dalam dua sifat yang berlawanan, berhubungan, dan saling melengkapi. Konsep Yin dan Yang berlaku umum, jadi semacam buku manual kita memahami banyak hal. Ada suka, ada duka. Hidup selalu menawarkan suka dan duka, sepaket seperti menu sambel ekstra pedas dengan es teh manis. Kenikmatan suka bisa dirasakan saat kita tahu apa arti duka, bukan karena dua kata tersebut berselisih satu huruf. Nikmatnya es teh manis tak terperi setelah makan sambal. Lini masa kita disisipi banyak kejadian. Bukan lini masa di selingkup beranda media sosial, tapi di kehidupan nyata. Kejadian itulah yang jamak disebut suka-duka. Suka menawarkan senang, duka memberikan sedih. Sesederhana itu. Kalau bisa memilih, kita pesan suka melulu, abaikan kesedihan. Tapi menjalani momen kehidupan tidak seperti memesan barang di lokapasar ( marketplace ) di internet. Menyingkap lapisa...

aLamaKna: Presiden

Pembahasan tentang pemimpin negeri ini (kembali) ramai dibicarakan saat ini. Riuh rendah pemilihan Presiden sudah kita lalui dan kita ketahui hasilnya. Bahkan sebelum hari H pemilihan, keramaian siapa calon pemimpin negeri ini sudah heboh menjadi viral di dunia maya. Menjelang hari H pencoblosan perang urat syaraf, argumen, cuap antar pendukung lebih panas daripada konflik Mourinho dan Wenger maupun pendukung Real Madrid dan Barcelona. Dan kini, pelantikan telah mengesahkan siapa pemimpin negeri ini. Satu kata penuh hal, Presiden. Kata tersebut disebut berulang kali dalam obrolan di tempat kerja bahkan media sosial. Kata yang jadi tema renyah untuk jadi guyonan di Stand-Up Comedy. Saya jadi ingat pelajaran Biologi saat mendengar kata tersebut, barangkali Presiden sejenis dengan spesies, banyak macamnya. Faktanya ada presiden negara, presiden partai, presiden direktur sampai dengan presiden mahasiswa. Lantas apa yang membedakan di antara semuanya? Bisa dijawab dengan hal lingkup kekuasa...

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...