Langsung ke konten utama

aLamaKna: Sukses

Dengkul kita berharga lebih dari 1 miliar kata mendiang Bob Sadino. Maksud Om Bob mengingatkan bahwa dengkul kita sebenarnya tak ternilai dalam berusaha. Usaha ditentukan kemauan, soal kesempatan bisa dicipta. Tapi mendedah kotak kemauan kita sulit tak terkira. Kotak kemampuan kita berjejeran dengan kemauan kita. Hanya saja keduanya entah di mana dan tertindih di antara sekian banyak kotak rasa malu kita di ruang pikiran kita. Teorinya adalah mau kemudian mampu, namun malu menginterupsi pikiran. 

Bob Sadino sosok yang eksentrik. Kerap bercelana pendek, memperlihatkan dengkulnya yang tak ternilai, cuap-cuap dengan gaya slengean. Boleh lah kita percaya kepada dia. Tidak jadi soal dia sudah meninggal, cukup cari nama dia di Youtube. CV-nya dijejali keberhasilan dia sebagai seorang pengusaha. CV yang tentu saja dituliskan orang lain sebab dia sendiri sebagai pengampu sekian banyak perusahaan tentu nyaris tak pernah menulis CV untuk melamar kerja. 

Di tiap CV selalu yang terpampang adalah hilir keberhasilan seseorang. CV bisa saja ditulis kurang lebih 5 menit dalam selembar kertas, tapi kerja keras bisa tertulis lebih dari 5 bab dalam sebuah buku. Persoalannya adalah kebanyakan orang lebih sering dan lebih suka baca selembar CV. Tersebab hal itu lebih mudah diterima tinimbang baca sebuah buku tebal. Membaca 'buku' kerja keras seorang pengusaha berarti menelisik kehidupannya. Hidup itu seperti roda, kata orang bijak. 

Kita kerap melihat kesuksesan pengusaha adanya kini, padahal perjalanan dia terentang panjang jatuh bangun. Tiap pengusahaan adalah kerja keras. Berpeluh basah tiada keluh kesah. Tiada tiba-tiba, tiada kesuksesan dalam semalam kata orang bijak. Ungkapan itu perlu dipahami para mahasiswa juga, tiada kesuksesan dalam belajar semalam untuk menghadapi ujian besok. Itu semacam petunjuk juga bagi kita, sebagai pembelajar, saat mendapati sekian banyak pengusaha. Mana pengusaha yang bisa diteladani dari selisik perjalanan hidupnya.

Kalau ada kesuksesan tiba-tiba, perlu ada pertanyaan. Lebih jauh lagi perlu dipahami ungkapan 'too good to be true' jika mendapati seseorang yang tak ada angin tak ada badai tiba-tiba memampang gaya hidup glamor di media sosial dia. Kasus terkini pemilik agen perjalanan umrah jadi pelajaran. Petuah 'too good to be true' pun jadi pegangan saat sesuatu di luar kewajaran itu adalah harga yang terlampau murah. Faktanya, yang instan memang menggiurkan banyak orang. Dan, apa-apa yang instan tak pernah baik bagi kesehatan, termasuk mie instan adanya.


Sentul Bogor, 23 Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aLamaKna: Penonton

Paling enak jadi penonton pertandingan sepakbola, kita bisa teriak, mengumpat dan menyalahkan pemain atau pelatih. Teriak menyemangati tim favorit, merayakan gol dan drama lain bagian pertandingan. Menyalahkan strategi pelatih yang tak sesuai, mengumpat kebodohan pemain ceroboh atau menggerutui wasit dengan kartu kuning atau merah dan pluitnya. Kalau penonton disuruh main, eh, dengan hak khusus di awal menurut saya yang juga cuma bisa menonton, masih mending jadi penonton. Jelas ada beda antara menonton di stadion dan lewat layar televisi. Di stadion lebih ramai, berdesakan di dalam dan luar stadion. Penonton di stadion adalah pemain ke-12 bagi tim kesebelasan, dengan menjadikannya satu subjek. Di Indonesia penonton punya hak-khusus, kalau protes silakan masuk lapangan pukul pemain, rusak pagar, bakar tempat duduk atau rusuh dengan penonton lawan. Terlepas dari salah atau tidak salah, itu tetap jadi bagian (budaya) sepakbola, olahraga paling terkenal di dunia. Menambah seru. Seme...

aLamaKna: Cita

Anak kecil jika ditanya apa cita-cita saat besar nanti biasanya menjawab menjadi dokter, pilot, polisi dan profesi lain pada umumnya yang di mata mereka tampak baik, gagah dan berseragam. Tentu sudah sewajarnya dan bisa orang dewasa maklumi. Malah sering kali orang tua atau guru mengamini cita-cita tersebut. “Cita-citamu bagus, Nak, makanya belajar yang rajin yah”, salah satu contoh tanggapan serius orang tua untuk memotivasi anaknya jika mendengar jawaban cita-cita sang anak. Pujian itu menjadi motivasi anak untuk rajin belajar. Cita-cita memang semacam motivasi. Tujuan yang mengarahkan seorang anak kecil untuk belajar di sekolah, sementara bagi orang dewasa cita-cita lebih serupa harapan yang sebenarnya kompleks. Jawaban anak kecil atas pertanyaan cita-cita memang apa adanya dan terkesan lugu karena mereka hanya melihat cita-cita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan tercetus singkat. Cita-cita bagi mereka adalah profesi atau pekerjaan yang merupakan jenis objek atau sesuatu hal...

aLamaKna: Petir

Bulan Desember, langit semakin rajin menumpahkan air menandai musim hujan meraja. Musim hujan identik dengan banjir. Tapi kita tahu, hujan yang turun dari awan hitam tidak jarang disertai petir. Lihat kilatannya, dengar gemuruhnya, tapi jangan sampai rasakan terjangannya. Awan hitam yang mengandung elektron lah yang memunculkan kilatan cahaya (lightning) yang sebenarnya adalah loncatan arus listrik. Petir tampak seperti membelah langit, suaranya menggelegar hebat. Kita ingat, saat kecil suara ledakan petir menakutkan dan kita menutup mata dan telinga bahkan meringkuk di balik selimut.   Terima kasih pada Benjamin Franklin, tanpa 'keisengan' dia menerbangkan layangan saat hujan kita tak akan mengenal penangkal petir. Ilmuwan punya rasa penasaran tinggi, bahkan petir yang menakutkan bagi kebanyakan orang tidak cukup menggentarkan. Atau, barangkali keberanian Franklin menghadapi petir karena ia juga seorang presiden AS? Apapun alasannya, Franklin rela menempuh risiko terkena...